Rabu, 03 Juli 2013

AL-QURAN SEBAGAI WAHYU

 AL-QURAN SEBAGAI WAHYU
BAB I
PEMBAHASAN
A.    Latar belakang masalah
Manusia dari satu titik pandang yang pasti adalah mahluk rasional, tetapi kemampuan rasional yang sekaligus perluasan dan refleksi intelek ini dapat menjadi kekuatan dan instrumen kebatilan, jika dipisahkan dari intelek dan wahyu, yang sendirinya memberikan kualitas dan kandungan sucinya oleh karna itu lebih dari sebagai “binatang yang berpikir”. Seseorang dapat mendefenisikan manusia dalam satu cara yang lebih subtansial sebagai mahluk yang diberkahi dengan suatu intelejensi penuh, yang berpusat pada absoulut yang diciptakan untuk mengetahui absoulut. Menjadi manusia adalah mengetahui dan melebihi diri sendiri. Mengetahui pada akhirnya berarti mengetahui subtansi tertinggi, yang sekaligus merupakan sumber segala sesuatu, yaitu Allah SWT. Manusia dengan segala kelebihan dan kekurangan, terutus oleh Allah SWT. Untuk melaksanakan dua tanggung jawab besar, yaitu sebagai khalifah di muka bumi dan untuk memakmurkannya dan sebagai hamba Allah untuk mengabdi kepadanya. Dalam pelaksanaan dua fungsi tersebut, manusia tentu saja membutuhkan bimbingan, agar tidak menyimpang dari tugas kemanusiaannya  dalam cakupannya yang lebih universal, bukan hanya manusia yang membutuhkan bimbingan dari sang khalik, tetapi juga kepada mahluk lain atau yang tidak bernyawa sekalipun. Sehingga semua berada pada posisi yang sebenarnya yaitu sunnatullah. Bentuk bimbingan berupa komunikasi antara tuhan dengan mahluknya dalam bahasa agama biasa disebut dengan wahyu.
Nabi  Muhammad saw sebagai penerima wahyu untuk kitab terakhir yaitu al quran yang kemudian menjadi mukjizat terbesar dan sekaligus menjadi kitab suci umat Islam.
B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang tersebut di atas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
a.    Pengertian  Al-Qu’ran  sebagai wahyu
b.    Bagaimana Allah swt menyampaikan wahyu
c.    Bagaimana Allah swt mewahyukan   al-qur’an


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian  Al-Quran sebagai wahyu
a.    Pengertian al-quran
Secara etimologis, kata  Al-Qur’an  adalah mengandung arti bacaan atau yang dibaca. Lafal  Al-Qur’an berbentuk isim masdar dengan makna “isim maf’ul’, yang disebut dengan kitab suci umat Islam. Umat ini meyakininya sebagai firman-firman Allah swt. Yang diwahyukan dalam bahasa Arab kepada Nabi terakhir, Nabi Muhammad saw., untuk disampaikan kepada umat manusia hingga akhir zaman.
Dari  segi pengertian bahasa, beberapa ulama berbeda pendapat tentang asal kata ‘al- Qur’an’ diantaranya :
1.    Al- Imam al-Syafi’iy (150-204 H), mengatakan bahwa kata ‘al-Qur’an ‘ ditulis dan dibaca tanpa hamzah, serta tidak terambil dari pecahan fi’il (bukan ism al- musytaq).
2.     Al- Far’ra (w. 207 H),  pengarang kitab ‘Ma’any  al-Qur’an, berpendapat bahwa kata Al- Qur’an tidak memakai hamzah dan terambil dari kata ‘qarinah’ yang berarti ‘petunjuk’. Ini terjadi karena sebagian ayat-ayat al- Qur’an itu serupa satu dengan yang lainnya, seolah-olah sebagian dari ayat-ayatnya merupakan petunjuk dari apa yang dimaksud oleh ayat lain yang serupa itu.
3.    Al- Asy’ariy (w. 324 H), berpendapat bahwa kata ‘ qarana’ yang berarti ‘menggabungkan’. Hal ini dipahami karena surah-surah, ayat-ayat, dan huruf-hurufnya beriring-iringan, yang satu digabungkan dengan yang lain sehingga menjadi satu mushhab.
4.    Al- Lihyaniy (w. 251 H), mengatakan bahwa kata al- Qu-r’an’ itu berhamzah, bentuknya masdar dari 1 kata kerja qara’a yang berarti ‘bacaan’, yang selalu berarti ‘ism al- maf’ul’ (yang dibaca). Oleh karena itu, al- Qur’an selalu dibaca.
5.    Dr. Subhi al- Shalih dalam bukunya ‘ Mabahits’, fi ‘Ulum al- Qur’an’ mengemukakan bahwa pendapat yang paling kuat adalah yang mengatakan bahwa kata Al- Qur’an itu adalah bentuk masdar dan muradif  dengan kata kira’ah yang berarti ‘membaca’. Hal ini diperkuat oleh pendapat lain, yang mengemukakan bahwa kata  Al- Qur’an, secara harf., berasal dari kata akar qara’a yang berarti ‘ bacaan atau himpunan’, karena ia merupakan kitab suci yang wajib dibaca dan dipelajari, serta merupakan himpunan dari ajaran-ajaran wahyu yang terbaik. 
Adapun penulis menjabarkan beberapa macam nama Al-Qur’an yang dicantumkan di bawah ini sebagai berikut :
1.    Al- Qur’an
Al- qur’an adalah salah satu nama kitab suci umat Islam yang terbanyak dipergunakan oleh Allah swt. Dalam Al-Qur’an yaitu sebanyak 70 kali, diantaranya tesebut dalam QS.3:185 yang berbunyi sebagai berikut :
       ••                                           
Terjemahannya : (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil) karena itu, Barangsiapa diantara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.
   
Kemudian al- Qur’an secara harfiah, berarti bacaan yang mencapai puncak kesempurnaan.  Al- Qur’an al- Karim berarti bacaan yang maha sempurna dan maha mulia. Kemahamuliaan dan kemahasempurnaan ‘bacaan’ ini agaknya tidak hanya dapat dipahami oleh para pakar, tetapi juga oleh semua orang yang menggunakan ‘sedikit’ pikirannya.     
2.    Al- Kitab
Al- Qur’an dinamai al- kitab (Alquran ) karena ditulis. Nama ini terdapat antara lain dalam  QS. Al- Nahl, 16:89. Sebagai berikut :
    •            •           
Terjemahannya : (dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.
       
Al-kitab secara harfiah berarti tulisan, buku, atau ketetapan tersebut mengacu kepada firman-firman-Nya yang diwahyukan dalam rangkaian kata-kata kepada setiap Nabi atau Rasul-Nya.
3.    Al- Zikr
Al- Qur’an dinamai al-Zikr karena merupakan pemberi peringatan, yang datang dari Allah swt. Nama tersebut antara lain terdapat dalam QS. al- Hijr, 15:9 yang berbunyi :
  •      
Terjemahannya : Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya[793].

Ayat ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian Al Quran selama-lamanya.
Al-Zikr secara harfiah berarti ‘peringatan’. Alquran disebut al- Zikr  karena kehadirannya di tengah-tengah umat manusia menjadi peringatan dalam perjalanan hidup mereka. Di samping ia menjadi peringatan dalam segala hal, baik dalam bidang teologi (aqidah), tata sopan santun (akhlak), maupun yuridis (Hukum), dan sebagainya.
4.    Al- Furqan
Al-qur’an dinamai al-furqan karena membedakan mana yang hak dan mana yang batil atau karena diturunkan secara terpisah-pisah. Nama ini antara lain terdapat dalam QS. Al- Furqan, 25 : 1. Yang berbunyi sebagai berikut :
  •      •  
Terjemahannya : Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya, agar Dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam[1052],

Al-Furqan secara harfiah,  berarti  pembeda  antara  yang  benar  dan yang salah,  yang sejati dan yang palsu, yang baik dan yang buruk.
Sayyid  Quthb dalam bukunya “Aqidah Islamiah”, menjelaskan bahwa akal manusia tidak punya kemampuan dalam menentukan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang baik dan mana  yang salah. Itulah antara lain nama-nama  Alquran. Nama-nama tesebut terdapat dalam ayat-ayat al- Qur’an sendiri.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                  
b.    Pengertian  wahyu
-    Menurut Bahasa
Wahyu berasal dari kata arab al wahyu,  dan  kata  itu adalah asli dari bahasa arab dan bukan pinjaman dari bahasa asing,  yang berarti suara, api dan kecepatannya. Wahyu berasal dari kata waha-yahi-wahyan artinya isyarah al syari’ah atau isyarat yang tepat.   sedangkan menurut qutham, wahyu dalam  bentuk masdar mengandung dua makna yaitu: tersembunyi dan cepat. Dengan demikian secara bahasa wahyu menunjukkan suatu arti pemberitahuan yang tersembunyi dan cepat yang dikhususkan kepada orang yang dimaksud,  arti sembunyi dalam arti yang lain. Terkadang  juga kata wahyu tersebut dimaksudkan dengan sesuatu yang diwahyukan yaitu dengan makna ism mafsul.  wahyu menurut pengertian  bahasa adalah mendapatkan. Dari sini nampak bahwa jika satu kata memiliki dua cara atau tiga arti atau lebih disebut lafadz yang musytarak ini sebagai indikator bahwa kata ini memiliki banyak arti, yang dapat dilihat pada ayat-ayat al- Qur’an. 
Kata wahyu dengan berbagai  derivasi atau perubahan bentuknya disebutkan dalam  al-Qur”an sebanyak 78 kali. Sebahagian besar dalam bentuk kata kerja ( Fi’il ) yaitu 72 kali  dan hanya 6 kali dalam kata benda (ism), ada beberapa arti yang ditunjukkan oleh kata tersebut, yaitu :
1.    Pemberitahuan Allah  kepada para Nabi baik berupa ajaran, berita atau perintah,  sebagaimana Firman Allah swt., di Surah An-Nisa (4) : 168 yang berbunyi sebagai berikut :
  •             
Terjemahannya : Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan melakukan kezaliman, Allah sekali-kali tidak akan mengampuni (dosa) mereka dan tidak (pula) akan menunjukkan jalan kepada mereka,

2.     Ilham yang bersifat Naluri yang diberikan kepada manusia, seperti wahyu kepada Ibu Nabi Musa  as.  Sebagaimana dalam Al- Qur’an  Surah Al- Qasass (28) : 7, yang berbunyi :     
                         

Termahannya : dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa; "Susuilah Dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya Maka jatuhkanlah Dia ke sungai (Nil). dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena Sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari Para rasul.
3.     Ilham yang bersifat instink yang diberikan kepada hewan, seperti wahyu Allah kepada lebah,  Firman Allah dalam Al- Qur’an  dalam surah An-Nahl (16) : 68 yang berbunyi : 
              
Terjemahannya : dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia",

4.     Isyarat yang cepat melalui simbol,  dalam Al- Qur’an surah Al- Maryam (19)  yang berbunyi sebagai berikut :
            
Terjemahannya : Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat kepada mereka; hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang.
5. Godaan syetan dan bujuk rayuan untuk melakukan kejahatan yang ditiupkan kepada diri manusia, sebagaimana dalam surah Al-An’am (6) : 112, berbunyi
                         
Terjemahannya :  dan Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, Yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.

         Maksudnya syaitan-syaitan jenis jin dan manusia berupaya menipu manusia agar tidak beriman kepada Nabi.
6.     Perintah Allah kepada malaikat untuk melakukan suatu perbuatan.
                      •   
Terjemahannya : (ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku bersama kamu, Maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang telah beriman". kelak akan aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, Maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka.

7.     Bacaan.
                    
Terjemahannya : Maka Maha Tinggi Allah raja yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan Katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan."
   
     Maksudnya: Nabi Muhammad  saw dilarang oleh Allah menirukan bacaan Jibril a.s kalimat demi kalimat, sebelum Jibril a.s selesai membacakannya, agar dapat Nabi Muhammad saw menghafal dan memahami betul-betul ayat yang diturunkan itu.
8.     Perintah Allah kepada bumi.
•     
 karena Sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya.

9.     Pengaturan Allah di langit.
           •           
Terjemahannya : Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui.

Dari ayat yang dikemukakan di atas yang memuat tentang wahyu, maka dapat dikemukakan 3 hal, yaitu ;
1.    Sedikitnya ada 3 aspek yang berkaitan dengan wahyu yang memiliki keragaman di dalam ayat-ayat al- Qur’an yaitu:
Sumber wahyu : dari Allah , malaikat, jin, Manusia dan syetan. Objek wahyu : manusia secara umum, Nabi-nabi, malaikat, hewan serta langit dan bumi.
Isi wahyu: perintah, hikmah, naluri, istink, bisikan, atau godaan perkataan yang indah.
2.    Dari sekian makna wahyu yang terdapat dalam al-Qur’an sebagian besar adalah makna yang  pertama,  yaitu  pemberitahuan Allah swt, kepada para Nabi berupa ajaran-ajaran, hikmah, tuntunan, perintah dan larangan, secara dominan penggunaan kata benda wahyu atau  kata kerja auha, bermakna teologis untuk menjadi istilah dalam komunikasi pesan ilahi atau pewahyuan kepada  para Nabi, khususnya nabi Muhammad  Saw. Meskipun demikian, pemaknaan kata ini bukan hanya satu arti saja. Terdapat penjabaran wahyu yang dianugrahkan kepada manusia dengan tiga cara. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Asy- Syurah (42) : 51 berbuyi .
        •                 
Terjemahannya : dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan Dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.

         Di belakang tabir artinya ialah seorang dapat mendengar kalam Ilahi akan tetapi Dia tidak dapat melihat-Nya seperti yang terjadi kepada Nabi Musa a.s.
  Yang pertama adalah wahyu dalam bentuk aslinya (Isyarah Al- Syari’ah ), yakni Allah memberikan isyarat dalam bentuk ide, gerak, atau petunjuk yang dibekaskan atau dibisikkan ke dalam kalbu  seperti wahyu Allah kepada ibu nabi musa as, dan kepada kaum hawariyyun yang secara teknis disebut wahyu khaffy atau wahyu batin. Dan wahyu khaffiy ini adalah wahyu yang dianugrahkan Allah kepada manusia sejagad, baik nabi maupun bukan nabi.
Yang kedua, adalah wahyu dari belakang tirai (min wara’il hijab), yakni Allah mewahyukan suatu kebenaran melalui ru’yah (impian), kasysyaf (pemandangan gaib dibalik alam nyata) dan ilham, (mendengar suara atau mengucapkan kata-kata dalam keadaan perpindahan untuk sementara waktu ke alam rohani, yakni dalam keadaan tidur atau jaga). Sebagai contoh, nabi Yusuf as, yang melihat 11 bintang, matahari dan bulan bersujud kjepadanya (QS. 12:4), dan arti impian itu adalah ketajaman Yusuf melihat perkara-perkara yang tersembunmyi (diantaranya meta’wilkan mimpi) ; atau impian dua orang pemuda ; yang satu memeras anggur dan yang lainnya membawa roti di atas kepalanya kemudian burung memakan sebagian roti itu (QS. 12:4)
Yang ketiga adalah, wahyu yang khusus kepada para nabi atau rasul allah yang secara teknis disebut wahyu matluw atau wahyu yang dibacakan, karna wahyu jenis ini berbentuk firman (kalam) allah yang dibacakan kepada para nabi oleh utusannya (malaikat jibril)). Wahyu allah kepada para nabi adalah wahyu tertinggi, karna wahyu ini membnerikan gambaran yang sempurna tentang ajaran agama yang hak. Karena itu wahyu jenis ini disebut juga wahy. Syar’iy atau wahyu agama dan kitab-kitab suci (kutub) QS. 2:285; 98: 3 atau shuhuf: QS. 20:353:36;80:13;87:18;98:2) merupakan catatan resmi dari wahyu jenis ini. Dengan demikian, wahyu jenis ke 3 ini sudah terhenti turun kepada nabi muhammad saw. Sebagain khatamm al-nabiyyin (QS. 33:40) sedangkan wahyu  jenis lainnya akan turun terus kepada setiap manusia hingga akhir zaman,   yang tidak memerlukan kehadiran-kehadirn malaikat, tetapi diterima manusia dengan cara inspirasi semata. 
3.    Wahyu dalam pengertian pemberitahuan Allah kepada para nabi mempunyai dua bentuk, yaitu pertama berbentuk kerangka praktis tindakan, sesuatu yang harus dikerjakan, bukan dikatakan, seperti wahyu turun kepada Nuh untuk membuat perahu, wahyua Allah kepaa Musa untuk berangka malam hari, memukul laut dengan tongkat dan wahyu tuhan kepada Muhammad untuk  mengikuti agama Ibrahim. Yang kedua dalam bentuk doktrim, bukan tingkah laku, misalnya formulasi  kalimat tuahanmu adalah  yang satu ( QS. Mar yam (18) : 100; 21 : 108; 41 : 6 ).
-    Menurut  Istilah
Wahyu menurut istilah adalah “pemberitahuan Allah kepada nabi- nya tentang hukum-hukumnya, berita – berita dan cerita dengan cara samar tetapi meyakinkan kepada nabi /rasul yang bersangkurtan, bahwa apa yang dirterimanya adalah betul-betul dari Allah sendiri. 
Menurut Prof. Dr. T. M. Hasbi Ash- Shiddieqy, menurut istilah wahyu adalah : “Nama bagi suatu yang dituangkan dengan cara cepat dari allah kedalam dada Nabi-nabinya, sebagaimana juga yang dipergunakan untuk lafal AL- Qur’an”. 
adapun unsur- unsur yang harus dipenuhi oleh sebuah wahyu adalah, sumber wahyu dari Allah Swt, obyek atau sasaran Wahyu  adalah nabi-nabi, isi kandungan wahyu yaitu pengetahuan, cara penyampaian : rahasia dan tersembunyi, metode penyampaian : langsung atau dengan perantara dan alat  penyampaian : audio atau visual.
Dengan demikian pengertian wahyu menurut istilah dengan memperhatikan unsur – unsur mesti terdapat pada wahyu adalah :
1.    Pemberitahuan Allah swt. Kepada seorang nabi tentang suatu pengakuan dengan cara rahasia dengan tersembunyi, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam bentuk suara dengan disertakan keyakinan dari nabi tersebut baha pengetahuan itu bersumber dari Allah swt. Dan mampu menunjukkan bukti kebenaraanya.
2.    Pengetahuan yang bersumber dari Allah swt. Yang disampaikan kepada seorang nabi dengan cara rahasia dan tersembunyi, baik secara langusng  atau tidak langsung dalam bentuk suara gambar dengan disertai keyakinan dari nabi  tersebut bahwa pengetahuan itu
3.    bersumber dari Allah swt., dan mampu  membujukkan bukti kebenarannya.
B.    Cara Allah menyampaikan Wahyu Kepada Nabi
Penjelasan tentang cara Allah swt, menyampaikan wahyu kepada nabi bisa dilihat dalam Q.S. al- Syura’ (42) : 51. Didalam ayat tersebut secara garis besar ada dua cara Allah swt, memberikan wahyu kepada nabi-nabi, yaitu :
1.    Secara langsung tanpa perantara, baik itu melalui wahyu dalam bentuk mimpi  atau penghujanan  langsung kedalam hati dari balik hijab.
2.    Melalui perantara malaikat yaitu wahyu yang disampaikan secara langsung tanpa perantara.

C.    Cara Allah swt Mewahyukan al- Qur’an
Para ulama menjelaskan bahwa  al- qur’an diturunkan kepada Rasulullah  saw. Melalui perantaraan malaikat  Jibril, dan bisa dipastikan bahwa tidak ditemukan ada ayat dijadikan argumen untuk menguatkan pendapat tersebut, yaitu QS. Al- Baqarah (2) : 97, QS. An- Nahl (16) : 102 dan QS. Al- Styura (26) : 193. Pengecualian dalam hal ini adalah surah al- kautsar yang menurut satu pendapat diturunkan oleh Allah swt . melalui mimpi yang benar  dari kalimat tertidur ringan tersebut, sesuai dfen gan hadits riwayat  Anas bin Malik, bahwa keadaan nabi dengan Jibril dalam keadaan seperti orang tidur. 
Al- Qur’an secara keseluruhan diturunkan dalam bentuk wahyu, yang ketiga seperti tertera dalam al- Qujr’an surah al- Syura’ (42) : 51 diatas.  Artinya,  al- Qur’an tidak mengandung wahyu lain, sehingga dapat dikatakan bahwa al- Qur’an adalah bentuk wahyu  yang paling tinggi. Allah berfirman  QS.  al- Syu’ra (26); 192-196
                               •         
Terjemahanny : dan Sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam,
193. Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril),
194. ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan,
195. dengan bahasa Arab yang jelas.
196. dan Sesungguhnya Al Quran itu benar-benar (tersebut) dalam Kitab-Kitab orang yang dahulu. ( QS. Syu’ara (26) : 192- 196)
   
Kemudian dari pembahasan diatas bahwa cara Allah swt, mewahyukan al- Qur’an kepada nabinya adalah sebagaimana dalam al- Qur’an yang berbunyi “ Dan tak ada bagi seorang manusia bahwa allah berbicara dengan dia, melainkan dengan jalan wahyu atau dari belakang hijab atau Allah mengutus seorang pesuruh, lalu ia mewahyukan dengan izinnya apa yang ia kehendaki” (Q.A. 51. 42 : Asy Syura).

        Allah menjelaskan dengan ayat ini, bahwa jalan Allah memberitahu apa yang Allah kehendaki kepada Nabi-nabinya, adapun beberapa cara mewahyukan kepada Nabi yaitu :
1.    Memberitahukan dengan tidak memakai perantaraan. Mimpi Nabi yang Shadiqh (yang benar), termasuk ke dalam bahagian ini. Dan wahyu serupa ini  mengenai urusan menyembelih anaknya ismail. Sebagaimana telah trjadi pula bagi nabi kita dipermulaan wahyu yang beliau terima. Wahyu serupa ini masuk kebawah perkataan  Illa wahyan = melainkan dengan jalan wahyu.
2.    Memberitahukan dengan  jalan melahirkan lebih dahulu sesuatu kepada nabi, lalu tertujulah jiwa Nabi dengan sempurna kepada yang lahir itu dan terlepaslah nabi dari segala kebimbangan alam. maka sesuatu yang dilahirkan itu menjadi hijab antara alam lahir dengan alam ghaib.
Macam-macam wahyu yang diterima Nabi, yaitu : pertam, Mimpi, kedua dicampakkan kedalam jiwanya, (dihembuskan kedalam jiwanya) perkataaan yang dimaksudkan. Dimaksud dengan wahyu dalam ayat 51. S. 42. Asyi syu’ra, ialah ; tuhan mencampakkan kedalam   jiwa   nabi  wahyu yang dimaksudkan. Ketiga, datang kepada Nabi wahyu sebagai gerincingan lonceng, yakni nabi mendengar suara yang keras, kempat malaikat merupakan dirinya sebagai seorang lelaki, kemudian pernah jibril datang pada nabi dengan rupa Dhiyah ibn Khalifah, seorang lelaki yang sangat elok rupanya.keempat, Jibril memperhatikan dirinya klepada nabi dalam rupanya yang asli, yang mempunyai enam ratus sayap, ke lima, Allah membicarakan kepada Nabi dari belakang hijab, baik dalam keadaan nabi sadar (jaga), sebagai dimalam isr, ataupun dalam tidur, sebagai yang diriwayatkan oleh At Turmudzy dari hadis Mu’adz, Ketujuh Israfil turun membawa beberapa kalimat dan wahyu, sebelum jibril datang membawa wahyu Qur’an.








BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.    Al- Qur’an sebagai salah satu  pedoman hidup bagi umat Islam, baik di dunia maupun di akherat .
Ada tiga aspek yang berkaitan denagn wahyu  yang  memiliki keragaman di dalam ayat-ayat al-qur’an yaitu : sumber wahyu : dari  Allah, malaikat, jin, manusia dan syaitan. Objek wahyu yang pertama, manusia secara umum, nabi-nabi malaikat, hewan serta langit dan bumi, yang kedua, wahyu yangn terdapat dalam al- qur’an sebagian besar makna yang pertama, yaitu pemberitahuan allah swt, kepada para nabi berupa ajaran-ajaran, hikamah, tuntunan, perintah dan larangan, dan yang ketiga yaitu : wahyu dalam pengertian pemberitahuan Allah kepada para nabi atau pemberitahuan allah swt, kepada seorang nabi tentang suatu pengakuan dengan cara rahasia dan tersembunyi, baik secara langsung maupun tidak  langsung dalam bentuk suara atau gambar dengan disertakan keyakinan dari nabi tersebut bahwa pengetahuan itu sumber dari allah swt. Dan mampu menunjukkan bukti kebenarannya.
2.    Al-qur’an diturunkan kepada Rasulullah saw melalui perantaraan malaikat Jibril  dalam berbagai macam cara mewahyukan-nya sebagaimana yang telah dijelaskan penulis di atas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar