Rabu, 03 Juli 2013

PERADABAN ISLAM PADA MASA BANIUMAYYAH

 PERADABAN ISLAM PADA  MASA BANIUMAYYAH
Sejarah Islam Masa Bani Umayyah
•    MASA UMAYYAH
Suksesi kepemimpinan secara turun-temurun dimulai ketika muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid muawiyah bermaksud mencontoh monarchi di Persia dan Bizantium. Dia memang tetap menggunakan istilah Khalifah, namun dia memberikan interpretasi baru dari kata-kata itu untuk mengagungkan jabatan tersebut, dia menyebutnya “Khalifah Allah” dalam pengertian “Penguasa” yang diangkat oleh Allah. Khalifah besar Bani Umayyah ini adalah :
- Muawiyah Ibn Abi Sufyan (661M-680M)
- Abd Al-Malik Ibn Marwar (685M-705M)
•     Al-Walid Ibn Abd Malik (705M-715M)
•    - Umar Ibn Abd Al-Aziz (717M-720M)
•    - Hasyim Ibn Abd Al-Malik (724M-743M)
•    A. Kebijakan Politik Dan Ekonomi
•    Sistem Politik Dan Perluasan Wilayah
•    Dijaman Muawiyah, Tunisia dapat ditaklukkan. Disebelah timur, Muawiyah dapat menguasai daerah Khurasan sampai kesungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul. Angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke Ibu Kota Bizantium, Konstantinopel. Ekspansi ke timur yang dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh Khalifah Abd Al-Malik, dia menyeberangi sungai Oxus dan dapat berhasil menundukkan Baikh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Mayoritas penduduk dikawasan ini kaum Paganis. Pasukan islam menyerang wilayah Asia Tengah pada tahun 41H / 661M. pada tahun 43H / 663M mereka mampu menaklukkan Salistan dan menaklukkan sebagian wilayah Thakaristan pada tahun 45H / 665M. Mereka sampai kewilayah Quhistan pada tahun 44H / 664M. Abdullah Bin Ziyad tiba dipegunungan Bukhari. Pada tahun 44H / 664M para tentaranya datang ke India dan dapat menguasai Balukhistan,Sind, dan daerah Punjab sampai ke Maitan.
•    Ekspansi kebarat secara besar-besaran dilanjutkan dijaman Al-Walid Ibn Abd Abdul Malik (705M-714M). Masa pemerintahan Walid adalah masa ketentraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat islam merasa hidup bahagia, tidak ada pemberontakan dimasa pemerintahanya. Dia memulai kekuasaannya dengan membangun Masjid Jami’ di Damaskus. Masjid Jami’ ini dibangun dengan sebuah arsitektur yang indah, dia juga membangun Kubbatu Sharkah dan memperluas masjid Nabawi, disamping itu juga melakukan pembangunan fisik dalam skala besar.
•    Pada masa pemerintahannya terjadi penaklukan yang demikian luas, penaklukan ini dimulai dari Afrika utara menuju wilayah barat daya, benua eropa yaitu pada tahun 711M. Setelah Al Jazair dan Maroko dapat ditaklukkan, Tariq Bin Ziyad pemimpin pasukan islam dengan pasukannya menyebrangi selat yang memisahkan antara Maroko dengan Benua Eropa dan mendarat disuatu tempat yang sekarang dikenal nama Bibraltar (Jabal Tariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan, dengan demikian Spanyol menjadi sasaran ekspansi.
•    Selanjutnya Ibu Kota Spanyol Kordova dengan cepatnya dapat dikuasai, menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Sevi’e, Elvira, dan Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Kordova. Pasukan islam memperoleh dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa. Pada masa inilah pemerintah islam mencapai wilayah yang demikian luas dalam rentang sejarahnya, dia wafat pada tahun 96H / 714M dan memerintah selama 10 tahun.
•    Dijaman Umar Ibn Ab Al-Aziz masa pemerintahannya diwarnai dengan banyak Reformasi dan perbaikan. Dia banyak menghidupkan dan memperbaiki tanah-tanah yang tidak produktif, menggali sumur-sumur baru dan membangun masjid-masjid. Dia mendistribusikan sedekah dan zakat dengan cara yang benar hingga kemiskinan tidak ada lagi dijamannya. Dimasa pemerintahannya tidak ada lagi orang yang berhak menerima zakat ataupun sedekah. Berkat ketaqwa’an dan kesalehannya, dia dianggap sebagai salah seorang Khulafaur Rasyidin. Penaklukan dimasa pemerintahannya pasukan islam melakukan penyerangan ke Prancis dengan melewati pegunungan Baranese mereka sampai ke wilayah Septomania dan Profanes, lalu melakukan pengepungan Toulan sebuah wilayah di Prancis. Namun kaum muslimin tidak berhasil mencapai kemenangan yang berarti di Prancis. sangat sedikit terjadi perang dimasa pemerintahan Umar. Dakwah islam marak dengan menggunakan nasehat yang penuh hikmah sehingga banyak orang masuk islam, masa pemerintahan Umar Bin Abd Aziz terhitung pendek.
•    Dijaman Hasyim Ibn Abd Al-Malik (724-743M) pemerintahannya dikenal dengan adanya perbaikan-perbaikan dan menjadikan tanah-tanah produktif. Dia membangun kota Rasyafah dan membereskan tata administrasi. Hasyim dikenal sangat jeli dalam berbagai perkara dan pertumpahan darah. Namun dia dikenal sangat kikir dan pelit. Penaklukan dimasa pemerintahannya yang dipimpin oleh Abdur Rahman Al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeau, Poitiers, dari sana ia mencoba menyerang Tours. Namun dalam peperangan yang terjadi diluar kota Tours, Al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Prancis pada tahun 114H / 732M. peristiwa penyerangan ini merupakan peristiwa yang sangat membahayakan Eropa.
•    Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik ditimur maupun barat. Wilayah kekuasaan islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika utara, Syiria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan Purkmenia, Ulbek, dan Kilgis di Asia Tengah.
•    Khususnya dibidang Tashri, kemajuan yang diperoleh sedikit sekali, sebab kurangnya dukungan serta bantuan pemerintah (kerajaan) waktu itu. Baru setelah masa khalifah Umar Bin Abd Al-Aziz kemajuan dibidang Tashri mulai meningkat, beliau berusaha mempertahankan perkembangan hadits yang hampir mengecewakan, karena para penghafal hadits sudah meninggal sehingga Umar Bin Abd Al-Aziz berusaha untuk membukukan Hadits.
•    Meskipun keberhasilan banyak dicapai dinasti ini, namun tidak berarti bahwa politik dalam negeri dapat dianggap stabil. Muawiyah tidak mentaati isi perjanjiannya dengan Hasan Ibn Ali ketika dia naik tahta yang menyebutkan bahwa persoalan pergantian pemimpin setelah Muawiyah diserahkan kepada pemilihan umat islam. Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid sebagai putra mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi dikalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan.
•    Sistem Ekonomi
•    Bidang-bidang ekonomi yang terdapat pada jaman Bani Umayyah terbukti berjaya membawa kemajuan kepada rakyatnya yaitu:
•    - Dalam bidang pertanian Umayyah telah memberi tumpuan terhadap pembangunan sector pertanian, beliau telah memperkenalkan system pengairan bagi tujuan meningkatkan hasil pertanian.
•    - Dalam bidang industri pembuatan khususnya kraftangan telah menjadi nadi pertumbuhan ekonomi bagi Umayyah.
•    B. Sistem Peradilan Dan Pengembangan Peradaban
•    Meskipun sering kali terjadi pergolakan dan pergumulan politik pada masa pemerintahan Daulah Bani Umayyah, namun terdapat juga usaha positif yang dilakukan daulah ini untuk kesejahteraan rakyatnya.
•    Diantara usaha positif yang dilakukan oleh para khilafah daulah Bani Umayyah dalam mensejahterakan rakyatnya ialah dengan memperbaiki seluruh system pemerintahan dan menata administrasi, antara lain organisasi keuangan. Organisasi ini bertugas mengurusi masalah keuangan negara yang dipergunakan untuk:
•    - Gaji pegawai dan tentara serta gaya tata usaha Negara.
•    - Pembangunan pertanian, termasuk irigasi.
•    - Biaya orang-orang hukuman dan tawanan perang
•    - Perlengkapan perang
•    Disamping usaha tersebut daulah Bani Umayyah memberikan hak dan perlindungan kepada warga negara yang berada dibawah pengawasan dan kekuasaannya. Masyarakat mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dan kesewenangan. Oleh karena itu, Daulah ini membentuk lembaga kehakiman. Lembaga kehakiman ini dikepalai oleh seorang ketua Hakim (Qathil Qudhah). Seorang hakim (Qadli) memutuskan perkara dengan ijtihadnya. Para hakim menggali hukum berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah Nabi. Disamping itu kehakiman ini belum terpengaruh atau dipengaruhi politik, sehingga para hakim dengan kekuasaan penuh berhak memutuskan suatu perkara tanpa mendapat tekanan atau pengaruh suatu golongan politik tertentu.
•    Disamping itu, kekuasaan islam pada masa Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pengembangan peradaban seperti pembangunan di berbagai bidang, seperti:
•    - Muawiyah mendirikan Dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda dengan peralatannya disepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata.
•    - Lambang kerajaan sebelumnya Al-Khulafaur Rasyidin, tidak pernah membuat lambang Negara baru pada masa Umayyah, menetapkan bendera merah sebagai lambang negaranya. Lambang itu menjadi ciri khas kerajaan Umayyah.
•    - Arsitektur semacam seni yang permanent pada tahun 691H, Khalifah Abd Al-Malik membangun sebuah kubah yang megah dengan arsitektur barat yang dikenal dengan “The Dame Of The Rock” (Gubah As-Sakharah).
•    - Pembuatan mata uang dijaman khalifah Abd Al Malik yang kemudian diedarkan keseluruh penjuru negeri islam.
•    - Pembuatan panti Asuhan untuk anak-anak yatim, panti jompo, juga tempat-tempat untuk orang-orang yang infalid, segala fasilitas disediakan oleh Umayyah.
•    - Pengembangan angkatan laut muawiyah yang terkenal sejak masa Uthman sebagai Amir Al-Bahri, tentu akan mengembangkan idenya dimasa dia berkuasa, sehingga kapal perang waktu itu berjumlah 1700 buah.
•    Pada masa Umayyah, (Khalifah Abd Al-Malik) juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam.
•    Kemajuan Sistem Militer
•    Salah satu kemajuan yang paling menonjol pada masa pemerintahan dinasti Bani Umayyah adalah kemajuan dalam system militer. Selama peperangan melawan kakuatan musuh, pasukan arab banyak mengambil pelajaran dari cara-cara teknik bertempur kemudian mereka memadukannya dengan system dan teknik pertahanan yang selama itu mereka miliki, dengan perpaduan system pertahanan ini akhirnya kekuatan pertahanan dan militer Dinasti Bani Umayyah mengalami perkembangan dan kemajuan yang sangat baik dengan kemajuan-kemajuan dalam system ini akhirnya para penguasa dinasti Bani Umayyah mampu melebarkan sayap kekuasaannya hingga ke Eropa.
•    Secara garis besar formasi kekuatan tentara Bani Umayyah terdiri dari pasukan berkuda, pasukan pejalan kaki dan angkatan laut.
•    C. Sistem Pergantian Kepala Negara Dan Keruntuhan Umayyah
•    Ada beberapa faktor yang menyebabkan dinasti Bani Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran. Faktor-faktor itu antara lain adalah:
•    1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru (bid’ah) bagi tradisi Islam yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas. Ketidak jelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.
•    2. Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Syi'ah (para pengikut Abdullah bin Saba’ al-Yahudi) dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.
•    3. Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu, sebagian besar golongan mawali (non Arab), terutama di Irak dan wilayah bagian timur lainnya, merasa tidak puas karena status mawali itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperlihatkan pada masa Bani Umayyah.
•    4. Lemahnya pemerintahan daulat Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Disamping itu, para Ulama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.
•    5. Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas ibn Abd al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan kaum mawali yang merasa dikelas duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.






    SISTEM PEMERINTAHAN BANI UMAYYAH

Latarbelakang Pemerintahan Bani Umaiyah
Berdirinya Daulah Bani Umaiyah tidak hanya merupakan peralihan kekuasaan dari Hasan bin Ali kepada Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Akan tetapi peristiwa tersebut merupakan perubahan sistem pemerintahan dalam masyarakat Islam. Meskipun pada hakikatnya pemerintahan Bani Umaiyah adalah kelanjutan dari Pemerintahan Khulafaur Rasyidin, tetapi tidak semua sistem yang telah dibangun oleh Khulafaur Rasyidin dilanjutkan. Beberapa sistem ada yang disempurnakan, dan sebagian lagi dirubah secara total. Beberapa perubahan sistem pemerintahan yang diberlakukan dalam pemerintahan Bani Umaiyah antara lain :
1. Sistem Suksesi (penggantian khalifah)
Permintaan Hasan Bin Ali kepada Mu’awiyah untuk tidak menunjuk pengganti khalifah dan menyerahkan penggantinya kepada umat Islam melalui pemilihan tidak dilaksanakan oleh Mu’awiyah. Ia menunjuk anaknya Yazid sebagai putra mahkota. Penunjukan ini dilaksanakan oleh Mu’awiyah atas saran Al Mughirah bin Syu’bah. Ia berpendapat bahwa penunjukan putra Mahkota dapat menghindarkan konflik politik intern umat Islam, seperti yang terjadi pada masa sebelumnya. Cara ini terus berlanjut untuk semua khalifah, mereka selalu menunjuk putra mahkota. Dan untuk mendapatkan pengesahannya para khalifah memerintahkan para pemuka agama untuk melakukan bai’at di hadapan khalifah.
Bani Umaiyah meninggalkan sistem yang dibangun oleh Khulafaur Rasyidin yang menetapkan penggantinya melalui musyawarah, dan menggantinya dengan sistem kerajaan sebagaimana yang dilakukan oleh kerajaan Romawi dan Parsi. Mereka mewariskan kekuasaan kepada anaknya atau saudaranya. Usaha Nabi Muhammad saw yang menghapus fanatisme kesukuan tidak berlaku lagi pada pemerintahan Bani Umayah. Semua pejabat pemerintahan ditunjuk dari kelarga sendiri. Selain Bani Umaiyah tidak mempunyai kesempatan menjadi pejabat kerajaan.
2. Lembaga Syura
Selama masa pemerintahan khulafaur rasyidin, para khalifah selalu didampingi oleh dewan penasihat yang terdiri dari para sahabat terkemuka yang terbentuk dalam suatu lembaga yang dikenal dengan lembaga syura. Kebijakan-kebijakan yang penting, tidak akan diputuskan oleh khalifah sebelum berunding dengan para penasihatnya. Rakyat secara bebas dapat mengemukakan pendapatnya dalam masalah pemerintahan yang oleh khalifah ditampung melalui lembaga ini. Sehingga tampak sistem pemerintahan khulafaur rasyidin yang demokratis.
Sistem ini pada daulah Umaiyah tidak diberlakukan. Dewan Penasihat khalifah tidak berfungsi secara baik, mereka diangkat hanya dari kerabat khalifah sendiri sehingga lebih banyak mendukung kebijakan khalifah, dan tidak lagi memperhatikan usulan, pendapat dan kepentingan rakyat. Hal ini terjadi karena penguasa bani Umaiyah benar-benar menganggap dirinya sebagai raja yang tidak dipilih dan diangkat oleh rakyat. Mereka menjadi penguasa karena berjuang untuk merebutnya, sehinga negara adalah miliknya.
Pada masa khulafaur rasyidin para khalifah sangat memperhatikan penderitaan rakyat, Mereka sering keluar malam untuk melihat kondisi kehidupan rakyat secara langsung. Para khalifah hidup bersama-sama dengan rakyat tanpa pengawalan dan tidak membangun istana. Tetapi pada masa Bani Umaiyah para khalifah dan keluarganya hidup dalam kemewahan dan selalu mendapatkan penjagaan yang ketat dari para pengawalnya. Mereka berdalih, bahwa khalifah adalah pemimpin umat yang harus dijaga kewibawaannya, dan juga keamanannya, wibawa khalifah adalah wibawa umat, dan keselamatan khalifah adalah keselamatan negara.
3. Sistem Organisasi Pemerintahan
Organisasi pemerintahan yang dikembangkan oleh Daulah Bani Umaiyah lebih modern dan lebih rapi. Dauah bani Umaiyah menetapkan Damaskus sebagai ibu kota pemerintahan. Dan urusan pemerintahan pusat dijalankan oleh lima dewan (departemen), yaitu :
•    Diwanul Jundi yang menangani urusan kemiliteran.
•    Diwanur Rasail yang menngani urusan admnistrasi pemerintah dan surat-menyurat
•    Diwanul Barid yang menangani urusan pos
•    Diwanul Kharraj yang menangani urusan keuangan.
•    Diwanul Khatam yang menangani urusan dokumentasi.
Sedangkan secara administatif wilayah kekuasaan dibagi menjadi lima kelompok wilayah propinsi, yaitu :
•    Kelompok wilayah propinsi Hijaz dan Yaman.
•    Kelompok wilayah Mesir bagian utara dan selatan.
•    Kelompok wilayah propinsi Irak Arab meliputi wilayah Babilonia dan Kaldea, dan Irak Ajam meliputi Yaman dan Persia.
•    Kelompok wilayah Armenia, Mesopotamia, dan Azerbaijan.
•    Kelompok wilayah propinsi Afrika Utara, meliputi Spanyol, Perancis bagian Selatan, serta Sicilia.
4. Angkatan Perang
Angkatan Perang yang diubangun oleh Daulah Bani Umaiyah lebih banyak mencontoh model Romawi dan Persia. Yaitu membangun tentara khusus yang dibayar oleh negara. Selain itu mereka juga mengembangkan angkatan laut. Dalam rekrutmen tentara Daulah Bani Umaiayah lebih mengutamakan orang-orang Arab dari pada orang-orang Mawali atau Non Arab. Kesemuanya ini sangat mendukung kebijakan Bani Umaiaya yang mengutamakan perluasan wilayah.

MASA PERKEMBANGAN DAN KEMUNDURAN BANI UMAYYAH
A. SEJARAH BERDIRINYA DINASTI ‘UMAYYAH
Dinasti Umayyah didirikan oleh Mu’awiyah bin Aby S}ufyan, dan berkuasa sejak tahun 661 sampai tahun 750 Masehi dengan ibukota Damaskus. Ia juga mengganti sistem pemerintahan muslim yang semula bersistem musyawarah (demokrasi) menjadi sistem Monarchy Herdity (Kekuasaan turun-temurun).
Terlepas dari keberhasilannya memperoleh kekuasaan yang kebanyakan dipandang negatif oleh sebagian Sejarawan, Mu’awiyah sebenarnya adalah pribadi yang sempurna dan pemimpin besar yang berbakat. Keberhasilannay mendirikan Imperium ‘Umayyah bukan hanya karena kemenangan diplomasinya dalam arbitrase dan terbunuhnya Ali, melainkan sifat-sifat seorang penguasa, politikus dan administrator telah berkumpul dalam dirinya yang menyebabkan dirinya mampu mendirikan Imperium ‘Umayyah yang berkuasa selama 90 tahun.
Hal tersebut tak lepas pula dari kepiawaiannya dalam membentuk basis rasionalitas yang solid bagi pemerintahan politiknya di masa depan. Pertama, adalah dukungan yang kuat dari keluarga ‘Umayyah sendiri, yang kebanyakan adalah hartawan dari Makkah yang memasok berbagai persediaan tanpa henti dan orang-orang suriah yang mempunyai pasukan kokoh, terlatih dan disiplin sejak mula telah menjadi rakyatnya sewaktu masih menjabat sebagi gubernur di Damaskus.
Kedua, sebagai seorang administrator, Mu’awiyah sangat piawai dalam menempatkan orang-orang penting sebagai bawahan dan pembantunya dalam menjalankan roda pemerintahan. Sebut saja Amr  bin ‘Ash, Mughirah bin Syu’bah dan Ziyad bin Abihi. Kredibilitas mereka tak bisa diremehkan dalam kancah perpolitikan Arab pada masa itu. Amr bin ‘Ash adalah mediator dan diplomat yang ulung baik pada masa khalifah sebelumnya maupun ketika mendampingi Mu’awiyah. Mughirah bin Syu’bah adalah politikus yang ditempatkan oleh Mu’awiyah sebagai gubernur kufah untuk meredakan gejolak penduduknya yang kebanyakan adalah pengikut Ali, dan dia sukses menciptakan suasana aman di daerah kekuasaannya. Yang terakhir adalah Ziyad bin Abihi yang ditunjuk sebagi gubernur Bashrah, daerah timur kekhalifahan yang dikenal gaduh dan sulit diatur. Dengan sifat tegas, adil dan bijaksana, dia menjaga kekuasaan ‘Umayyah yang ada di bagian timur.
Ketiga, Mu’awiyah mempunyai kemampuan negarawan sejati yang biasa disebut hilm, yang hanya dimiliki oleh para pembesar makkah pada zaman dulu. Seorang yang berada dalam tingkatan hilm dapat menguasai diri secara mutlak dan mampu mengambil keputusan sekalipun dibawah tekanan.
B. KHALIFAH-KHALIFAH DINASTI ‘UMAYYAH
1. Mu’awiyah I bin Aby Sufyan 41-60H/661-679M
2. Yazid I bin Mu’awiyah 60-64H/679-683M
3. Mu’awiyah II bin Yazid 64H/683M
4. Marwan I bin Hakam 64-65H/683-684M
5. Abdul Malik bin Marwan 65-86H/684-705M
6. Al-Walid I bin Abdul Malik 86-96H/705-714M
7. Sulaiman bin Abdul Malik 96-99H/714-717M
8. Umar bin Abdul Aziz 99-101H/717-719M
9. Yazid II bin abdul Malik 101-105H/719-723M
10. Hisham bin Abdul Malik 105-125H/723-742M
11. Al-Walid II bin Yazid II 125-126H/742-743M
12. Yazid bin Walid bin Malik 126H/743M
13. Ibrahim bin Al-Walid II 126-127H/743-744M
14. Marwan II bin Muhammad 127-132H/744-750M
Sebenarnya masih ada empat khalifah lagi setelah hisyam yang memerintah hanya dalam waktu 7 tahun, yakni Al-Walid II, Yazid III bin Al-Walid, Ibrahim bin Al-Walid dan Marwan bin Muhammad. Adapun marwan bin Muhammad adalah penguasa terakhir yang terbunuh di Mesir oleh pasukan bani Abasiyah pada tahun 132H/750M.
C. KEMAJUAN PERKEMBANGAN PADA MASA BANI ‘UMAYYAH
Masa pemerintahan bani ‘Umayyah terkenal sebagai suatu era agresif, dimana perhatian tertumpu pada usaha perluasan wilayah dan penaklukan, yang terhenti sejak zaman kedua Khulafa>ur Rashidin terakhir. Hanya dalam jangka waktu 90 tahun banyak bangsa di empat penjuru mata angin beramai-ramai masuk kedalam kekuasaan Islam yang meliputi tanah Spanyol, seluruh wilayah Afrika Utara, Jazirah Arab, Syiria, Palistina, sebagian daerah Anatolia, Irak, Persia, Afghanistan dan negeri yang sekarang dinamakan Turkmenistan, Uzbekistan dan Kirgiztan yang termasuk Soviet Rusia.
Menurut Prof. Ahmad Syalabi, penaklukan militer di zaman ‘Umayyah mencakup tiga front penting yaitu sebagi berikut:
Pertama, front melawan bangsa romawi di Asia kecil dengan sasaran utama pengepungan ke Ibukota Konstantinopel dan penyerangan ke pulau-pulau di laut tengah.
Kedua, front Afrika Utara, selain menundukkan daerah hitam Afrika, pasukan muslim juga menyeberangi selat Gibraltar lalu masuk ke Spanyol.
Ketiga, front timur menghadapi wilayah sangat luas sehingga operasi di jalur ini dibagi menjadi 2 arah, yang satu menuju ke utara  ke daerah-daerah seberang sungai Jihun (Ammu Darya), sedangkan yang lainnya kearah selatan menyusuri sind wilayah India bagian barat.
Saat-saat yang paling mengesankan dalam ekspansi ini ialah pada paruh pertama dari seluruh masa pemerintahan bani ‘Umayyah yaitu ketika kedaulatan dipegang oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan tahun-tahun terakhir dari zaman kekuasaan Abdul Malik. Diluar masa-masa tersebut, usaha-usah penaklukan mengalami degradasi atau hanya mencapai kemenangan-kemenangan yang sangat tipis.
Ekspansi ke timur yang telah dirintis oleh Mu’awiyah, lalu disempurnakan oleh khalifah Abdul Malik. Dibawah komando gubernur Irak, Hajjaj bin Yusuf, tentara kaum muslimin menyeberangi sungai Ammu Darya dan menundukkan Balkh, Bukhara, Khawarizm, Farghana dan Samarkand. Pasukan Islam juga melalui Makran masuk ke Balukhistan, Sind dan Punjab sampai ke Multan, Islam menginjakkan kakinya untuk pertama kali di bumi India.
Kemudian tiba pada masa kekuasaan Al-Walid I yang disebut-sebut sebagai masa kemenangan yang luas.
Prestasi yang lebih besar dicapai oleh Al-Walid I adalah di front Afrika utara dan sekitarnya.
Disamping keberhasilan tersebut, Bani ‘Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan berbagai bidang, baik politik atau tata pemerintahan maupun sosial kebudayaan.
Dalam bidang politik, Bani ‘Umayyah menyusun tata pemerintahan yang sama sekali baru. Selain mengangkat majelis penasihat sebagai pendamping, khalifah Bani Umayyah dibantu oleh beberapa orang sekretaris untuk membantu pelaksanaan tugas yang meliputi:
1. Katib Ar-Rasa>’il: yaitu yang bertugas menyelengggarakan administrasi dan surat-mnyurat dengan para pembesar setempat.
2. Katib Al-Kharraj sekretaris yang bertugas menyelenggarakan penerimaan dan pengeluaran uang negara.
3. Katib Al-Jundi yang bertugas menyelenggarakan berbagai hal yang berkaitan dengan ketentaraan.
4. Katib As-Shurtah yang bertugas menyelenggarakan keamanan dan ketertiban umum.
5. Katib Al-Qudat yang bertugas menyelenggarakan tertib hukum melalui badan-badan peradilan dan hakim-hakim setempat.
Kemudian dalam bidang sosial, Bani ‘Umayyah mulai membuka hubungan dengan bangsa-bangsa lain seperti Persia, Mesir, Eropa dan sebagainya, yang kemudian melahirkan asimilasi dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan. Dalam bidang seni, yang berkembang adalah seni arsitektur (bangunan). Salah satu pencapaiannya yaitu dibangunnya kubah Ash-Shakhra di Yerussalem yang hingga kini masih ada dan menjadi bukti keemasan zaman Islam. Dalam bidang seni yang lain yakni seni sastra yang menelurkan sastrawan-sastrawan terkemuka seperti Al-Ahtal, Farazdaq, Jurair dan lain-lain.
Kemajuan yang lain adalah dalam hal peradaban yang terbagi menjadi pengembangan bahasa dan pengembangan ilmu pengetahuan. Dalam bidang ini, Bani Umayyah telah menemukan jalur yanng lebih luas dalam kancah pengembangan bahasa dan ilmu pengetahuan dengan bahsa Arab sebagai pengantarnya.
Menurut Jurji Zaidan (George Zaidan) beberapa kemajuan dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan antara lain sebagai berikut:
1. Pengembangan bahasa Arab
Bahasa Arab dipakai sebagai bahasa resmi Negara, baik di tanah Arab maupun di daerah kekuasaan, seperti Romawi dan Persia. Pembukuan/administrasi dan surat-menyurat memakai bahasa Arab.
2. Marbad kota Pusat Kegiatan Ilmu
Marbad adalah kota kecil yang didirikan oleh Bani ‘Umayyah sebagai pusat kegiatan ilmu dan kebudayaan. Di kota ini berkumpul para pujangga, filsuf, ulama’, penyair dan cendikiawan lainnya sehingga disebut ukadz-nya Islam.
3. Ilmu Qiraat
Ilmu Qiraat adalah salah satu ilmu shariat tertua, yakni ilmu seni baca Qur’an yang telah dibina sejak zaman Khulafa>Ur Rashidin dan kemudian dikembangluaskan pada masa Bani ‘Umayyah. Pada masa ini, lahir para ahli Qiraat ternama seperti Abdullah bin Qusair (w. 120H) dan Ashim bin Abi Nujud (w. 127H)
4. Ilmu Tafsir
Untuk memahami Al-Qur’an sebagai kitab suci diperlukan interpretasi pemahaman secara komprehensif. Dan pada masa itu, minat menafsirkan Al-Qur’an bertambah dikalangan Islam. Salah satu ulama’ yang membukukan ilmu tafsir pada masa perintisannya adalah Mujahid (w. 104H).
5. Ilmu Hadits
Ilmu Hadits adalah ilmu yang mempelajari hadits secara mendalam, mulai dari pengumpulan, penyelidikan asal-usulnya, dan lain-lain. Ulama’-ulama’ hadits yang masyhur pada masa itu ialah Al-Auzai Abdurrahman bin Amru (w. 159H), Hasan Basri (w. 110H), Ibn Abu Malikah (w. 119H) dan Asya’bi Amru Amir bin Syurahbil.
6. Ilmu Fiqh
Pada masa ini, fiqh telah menjadi cabang ilmu sendiri. Diantara ulama’-ulama’nya yang terkenal adalah Sa’ud bin Misib, Abu Bakar bin Abdurrahman, Qasim Ubaidillah, Urwah dan Kharijah.
7. Ilmu Nahwu
Karena lebih luasnya wilayah Islam pada masa ‘Umayyah dan banyaknya orang Ajam (non-Arab) yang masuk Islam, maka ilmu nahwu sangat dibutuhkan baik untuk mempelajari bahasa Arab maupun mempelajari ilmu Islam.
8. Ilmu Jughrafi dan Tarikh
Ilmu ini adalah salah satu dari ilmu yang lahir pada masa Bani ‘Umayyah, yakni ilmu Jughrafi (ilmu Goegrafi) dan Tarikh(ilmu sejarah). Pada masa inilah ilmu tersebut berkembang dan berdiri sendiri.
9. Usaha Penerjemahan
Untuk kepentingan pembinaan dakwah Islamiah, banyak buku-buku dari bahasa dan literatur lain diterjemahkan. Seperti buku-buku tentang ilmu kimia, ilmu astronomi, ilmu falak, ilmu fisika, kedokteran dan lain-lain. Salah satu ahlinya adalah Khalid bin Yazid, sebagai ahli astronomi.


D. SISTEM SOSIAL, POLITIK DAN EKONOMI DAULAH BANI UMAYYAH
1. Sistem Sosial
Dalam lapangan sosial, Bani Umayyah telah membuka terjadinya kontak antara bangsa-bangsa Muslim (Arab) dengan negeri Negeri taklukan yang terkenal memiliki kebudayaan yang  telah maju seperti Persia, Mesir, Eropa dan sebagainya. Hal tersebut menyebabkan terjadinya akulturasi budaya antara Arab (yang memiliki ciri-ciri Islam) dengan tradisi bangsa-bangsa lain yang bernaung dibawah kekuasaan Islam.. Hubungan tersebut kemudian melahirkan kreatifitas baru yang menakjubkan dibidang seni bangunan (arsitektur) dan ilmu pengetahuan. Seperti yang terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Walid ibn Abdul Malik (705-715 M) kekayaan dan kemakmuran melimpah ruah. Ia seorang yang berkemauan keras dan berkemampuan melaksanakan pembangunan.
Oleh karena itu, ia menyempurnakan gedung-gedung, pabrik-pabrik dan jalan-jalan yang dilengkapi dengan sumur untuk parakabilah yang berlalu lalang dijalan tersebut. Ia membangun masjid al-Amawi yang terkenalhingga masa kini di Damaskus.
Disamping itu ia menggunakan kekayaan negerinya untukmenyantuni para yatim piatu, fakir miskin, dan penderita cacat seperti orang lumpuh, butadan sebagainya.Akibat lainnya adalah juga banyak orang-orang dari negeri taklukan yang memelukIslam. Mereka adalah pendatang-pendatang baru dari kalangan bangsa-bangsa yangdikalahkan, yang kemudian mendapat gelar “al mawali”. Status tersebut menggambarkaninferioritas di tengah-tengah keangkuhan bangsa Arab. Mereka tidak mendapat fasilitasdari penguasa Bani Umayyah sebagaimana yang didapatkan oleh orang-orang musliminArab.
Dalam masa Daulah Bani Umayyah, orang-orang muslimin Arab memandang dirinyalebih mulia dari segala bangsa bukan Arab (mawali). Orang-orang Arab memandang dirinya“saiyid” (tuan) atas bangsa bukan Arab, seakan-akan mereka dijadikan Tuhan untukmemerintah. Sehingga antara bangsa Arab dengan negeri taklukannya terjadi jurangpemisah dalam hal pemberian hak-hak bernegara. .Pada saat itu banyak Khalifah Bani Umayyah yang bergaya hidup mewah yang samasekali berbeda dengan para Khalifah sebelumnya. Meskipun demikian, mereka tidakpernah melupakan orang-orang lemah, miskin dan cacat. Pada masa tersebut dibangunberbagai panti untuk menampung dan menyantuni para yatim piatu, faqir miskin danpenderita cacat. Untuk orang-orang yang terlibat dalam kegiatan humanis tersebut merekadigaji oleh pemerintah secara tetap.
2. Sistem Politik
Perubahan yang paling menonjol pada masa Bani Umayyah terjadi pada sistem politik, diantaranya adalah:
a. Politik dalam Negeri
1) Pemindahan pusat pemerintahan dari Madinah ke Damaskus. Keputusan ini berdasarkan pada pertimbangan politis dan keamanan. Karena letaknya jauh dari Kufah, pusat kaum Syi’ah (pendukung Ali), dan juga jauh dari Hijaz, tempat tinggal Bani Hasyim dan Bani Umayyah, sehingga bisa terhindar dari konflik yang lebih tajam antar dua bani tersebut dalam memperebutkan kekuasaan. Lebih dari itu, Damaskus yang terletak di wilayah Syam (Suriah) adalah daerah yang berada di bawah genggaman Muawiyah selama 20 tahun sejak dia diangkat menjadi Gubernur di distrik ini sejak zaman Khalifah Umar ibn Khattab.
2) Pembentukan lembaga yang sama sekali baru atau pengembangan dari Khalifah arrasyidin, untuk memenuhi tuntutan perkembangan administrasi dan wilayahkenegaraan yang semakin komplek. Dalam menjalankan pemerintahannya Khalifah Bani Umayyah dibantu oleh beberapa al Kuttab (sekretaris) yang meliputi :
• Katib ar Rasaail yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan administrasi dansurat-menyurat dengan pembesar-pembesar setempat.
• Katib al Kharraj yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan penerimaan danpengeluaran negara.
• Katib al Jund yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan hal-hal yangberkaitan dengan ketentaraan.
•Katib asy Syurthahk yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakanpemeliharaan keamanan dan ketertiban umum.
• Katib al-Qaadhi yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan tertib hukummelalui bedan-badan peradilan dan hakim setempat.
 Masa Bani Umayyah juga membentuk berbagai departemen baru antara lain bernamaal-Hijabah, yaitu urusan pengawalan keselamatan Khalifah. Organisasi Syurthahk (kepolisian) pada masa Bani Umayyah disempurnakan,. Pada mulanya organisasi inimenjadi bagian organisasi kehakiman, yang bertugas melaksanakan perintah hakim dan keputusan-keputusan pengadilan, dan kepalanya sebagai pelaksana al-hudud. Untuk mengurus tata usaha pemerintahan, Daulah Bani Abbas membentuk empat buah “dewan” atau kantor pusat yaitu:
• Diwanul Kharrraj,
• Diwanul Rasaail,
• Diwanul Musytaghilaat al-Mutanauwi’ah dan
• Diwanul Khatim.
Dewan ini sangat pnting karena tugasnya mengurus surat-surat lamaran raja,menyiarkannya, menstempel, membungkus dengan kain dan dibalut dengan lilir kemudiandiatasnya dicap .Sedangkan pada bidang pelaksanaan hukum, Daulah Bani Umayyah membentuklembaga yang bernama Nidzam al Qadai (organisasi kehakiman). Kekuasaan kehakiman dizaman ini dibagi kedalam tiga badan yaitu:• Al-Qadha’, bertugas memutuskan perkara dengan ijtihadnya, karena pada waktuitu belum ada “mazhab empat” ataupun mazhab-mazhab lainnya. Pada waktu itupara qadhi menggali hukum sendiri dari al-kitab dan as-Sunnah dengan berijtihad.• Al-Hisbah, bertugas menyelesaikan perkara-perkara umum dan soal-soal pidanayang  indakan cepat. An-Nadhar fil Madhalim, yaitu mahkamah tertinggi atau mahkamah banding .Selain iitu, Khalifah Bani Umayyah juga mengangkat pembantu-pembantu sebagaipendamping yang sama sekali berbeda dengan Khalifah sebelumnya. Mereka merekrutorang-orang non Muslim menjadi pejabat-pejabat dalam pemerintahan, seperti penasehat,administrator, dokter dan kesatuan dalam militer. Hal ini terjadisejak Muawiyah menjabat sebagai Khalifah, yang kemudian diwarisi oleh keturunannya.Tetapi pada zaman Umar bin Abdul Azis kebijakan tersebut dihapus, karena orang-orangnon Muslim (Yahudi, Nasrani dan Majusi) yang memperoleh privilage di dalampemerintahan banyak merugikan kepentingan umat Islam, bahkan menganggap merekarendah.
b. Politik Luar Negeri
Politik luar negeri Bani Umayyah adalah politik ekspansi yaitu melakukan perluasandaerah kekuasaan ke negara–negara yang belum tunduk pada kerajaan Bani Umayyah.Pada zaman Khalifah ar-Rasyidin wilayah Islam sudah demikian luas, tetapi perluasan tersebut belum mencapai tapal batas yang tetap, sebab di sana-sini masih selalu terjadi pertikaian dan kontak-kontak pertempuran di daerah perbatasan. Daerah-daerah yang telah dikuasai oleh Islam masih tetap menjadi sasaran penyerbuan pihak-pihakdi luar Islam, dari belakang garis perebutan tersebut. Bahkan musuh diluar wilayah Islam telah berhasil merampas beberapa wilayah kekuatan Islam ketika terjadi perpecahan-perpecahan dan permberontakan-pemberontakan dalam negeri kaum muslimin). Berdasarkan kedaan semacam ini, terjadilah pertempuran-pertempuran antara Bani Umayah dan negara-negara tetangga yang telah ditaklukkan pada masa khilafaur rasyidin. Di sebelah Timur, Muawiyah dapat menguasai Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul. Angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel. Ekspansi ke timur yang dilakukan Muawiyah dilanjutkan oleh Khalifah Abdul Malik. Dia mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan berhasil menundukkan Balk, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Maltan . Ekspansi ke Barat secara besar-besaran dilanjutkan di zaman Walid bin Abdul Malik. Pada masa pemerintahannya tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah Barat daya, benua Eropa, pada tahun 711 M. Setelah al-Jazair dan Marokka dapat ditaklukkan, Tariq bin Ziyad, pemimpin pasukan Islam,menyeberangi selat yang memisahkan antara Marokko dengan benua Eropa, dan mendapat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Tariq). Tentara Spanyol dapat ditaklukkan. Dengan demikian Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Kordova, dengan cepat dikuasai. Menyusul kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Kordova . Pada saat itu, pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa. Di zaman Umar bin Abdul Aziz, serangan dilakukan ke Prancis melalui pegunungan Piranee. Serangan ini dipimpin oleh Abdurahman ibn Abdullah al-Ghafiqi. Ia mulai menyerang Bordeau, Poitiers. Dari sana ia menyerang Tours. Namun dalam peperangan di luar kota Tours, al-Qhafii terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Disamping daerah-daerah tersebut pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah juga jatuh ke tangan Islam di zaman Bani Umayyah. Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah baik di Timur maupun Barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah sangat luas. Daerah-daerah tersrebut meliputi: Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, jazirah Arabia, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Purkmenia, Uzbek dan Kirgis di Asia Tengah. Dengan demikian, ekspansi yang dilakukan oleh orang Islam di masa Bani Umayyah adalah semata-mata suatu tindakan untuk membela diri (defensif) dan jihad untuk menyiarkan agama Islam, terutama terhadap penganut-penganut kepercayaan syirik, yang menghalang-halangi sampainya ajaran Islam ke dalam hati sanubari rakyat yang telah lama menanti-nantikannya. Perluasan yang dilakukan pada masa Bani Umayyah meliputi tiga front penting, yaitu daerah-daerah yang telah dicapai dan gerakan Islam terhenti sampai di situ, ketika masaKhalifah Ustman bin Affan. Ketiga front itu sebagai berikut :
1) Front pertempuran melawan bangsa Romawi di Asia Kecil. Dimasa pemerintahan Bani Umayyah, pertempuran di front ini telah meluas, sampai meliputi pengepungan terhadap kota Konstantinopel, dan penyerangan terhadap beberapa pulau di laut tengah.
2) Front Afrika Utara. Front ini meluas sampai ke pantai Atlantik, kemudian menyeberangi selat Jabal Thariq dan sampai ke Spanyol.
3) Front Timur. Ini meluas dan terbagi kepada dua cabang, yang satu menuju ke utara, ke daerah-daerah diseberang sungai Jihun (Amru Dariyah). Dan cabang yang kedua menuju ke Selatan, meliputi daerah Sind, wilayah India di bagian Barat (Mufrodi,1997:80).
3. Sistem Ekonomi
Pada masa Bani Umayyah ekonomi mengalami kemajuan yang luar biasa. Denganwilayah penaklukan yang begitu luas, maka hal itu memungkinkannya untukmengeksploitasi potensi ekonomi negeri-negeri taklukan. Mereka juga dapat mengangkutsejumlah besar budak ke Dunia Islam. Penggunaan tenaga kerja ini membuat bangsa Arabhidup dari negeri taklukan dan menjadikannya kelas pemungut pajak dan sekaligusmemungkinkannya mengeksploitasi negeri-negeri tersebut, seperti Mesir, Suriah dan Irak.Tetapi bukan hanya eksplotasi yang bersifat menguras saja yang dilakukan oleh Bani umayyah, tetapi ada juga usaha untuk memakmurkan negeri taklukannya. Hal ini terlihat dari kebijakan Gubernur Irak yang saat itu dijabat oleh al-Hajjaj bin Yusuf. Dia berhasil memperbaiki saluran-saluran air sungai Euphrat dan Tigris, memajukan perdagangan, dan memperbaiki sistem ukuran timbang, takaran dan keuangan.
Jadi sumber ekonomi masa Daulah Bani Umayyah berasal dari potensi ekonomi negeri-negeri yang telah ditaklukan dan sejumlah budak dari negara-negara yang telah ditaklukkan diangkut ke Dunia Islam. Tetapi kebijakan yang paling strategis pada masa Daulah Bani Ummayah adalah adanya sistem penyamaan keuangan. Hal ini terjadi pada masa Khalifah Abdul Malik. Dia mengubah mata uang asing Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Mata uang tersebut terbuat dari emas dan perak sebagai lambang kesamaan kerajaan ini dengan imperium yang ada sebelumnya.
E. Kemajuan Intelektual
Kehidupan ilmu dan akal, pada masa Dinasti Bani Umayyah pada umumnya berjalan seperti zaman khalafaur rasyidin, hanya beberapa saja yang mengalami kemajuan, yaitu mulai dirintis jalan ilmu naqli, berupa filsafat dan eksakta. Pada saat itu, sebagaimanamasa sebelumnya, ilmu berkembang dalam tiga bidang, yaitu diniyah, tarikh dan filsafat.Tokoh filsafat yang terkenal (beragama nasrani) adalah Yuhana al Dimaski, yang dikenal dalam Dunia KRISTEN sebagai Johannes Damacenes, yang kemudian diteruskan oleh muridnya yang bernama Abu Qarra.
Kebanyakan masyarakat dan Khalifah Bani Umayyah mencintai syair. Pada masa itu lahir beberapa penyair terbesar, seperti Ghayyats Taghlibi al-Akhtal, Jurair, dan Al-Farazdak.Kota-kota yang menjadi pusat kegiatan ilmu, pada masa Daulah Bani Umayyah, masih seperti zaman khafaur rasyidin, Yaitu kota Damaskus, Kufah, Basrah, Mekkah, Madinah, Mesir dan ditambah lagi dengan pusat-pusat baru, seperti kota Kairawan, Kordoba, Granada dan lain-lainnya.
Ilmu pengetahuan pada masa Daulah Bani Umayyah terbagi menjadi dua yaitu:
1. Al-Adaabul Hadisah (ilmu-ilmu baru), yang terpecah menjadi dua bagian: Al-Ulumul Islamiyah, yaitu ilmu-ilmu al-Qur’an, al-Hadist, al-Fiqh, al-ulumulLisaniyah, at-Tarikh dan al-Jughrafi.• Al-Ulumud Dakhiliyah, yaitu ilmu-ilmu yang diperlukan oleh kemajuan Islam,seperti ilmu thib, fisafat, ilmu pasti dan ilmu-ilmu eksakta lainnya yang disalin daribahasa Persia dan Romawi.
2. 2. Al-Adaabul Qadimah (ilmu-ilmu lama), yaitu ilmu-ilmu yang telah ada di zaman Jahiliah dan di zaman khalafaur rasyidin, seperti ilmu-ilmu lughah, syair, khitabah dan amsaal. Pada permulaan masa Daulah Bani Umayyah orang Muslim membutuhkan hokum dan undang-undang, yang bersumber pada al-Qur’an. Oleh karena itu mereka mempunyai minat yang besar terhadap tafsir al-Qur’an. Ahli tafsir pertama dan termashur pada masa tersebut adalah Ibnu Abbas. Beliau menafsirkan al-Qur’an dengan riwayat dan isnaad. Kesulitan-kesulitan kaum muslimin dalam mengartikan ayat-ayat al-Qurr’an dicari dalam al-Hadist. Karena terdapat banyak hadist yang bukan hadist, maka timbullah usaha untuk mencari riwayat dan sanad al-Hadist, yang akhirnya menjadi ilmu hadist dengan segala cabang-cabangnya. Maka kitab tentang ilmu hadist mulai banyak dikarang oleh orang-orarng Muslim. Diantara para muhaddistin yang termashur pada zaman itu, yaitu: Abu Bakar Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Abdullah bin Syihab az-Zuhry, Ibnu Abi Malikah (Abdullah bin Abi Malikah at-Tayammami al-Makky, Al-Auza’I Abdur Rahmanbin Amr, Hasan Basri Asy-Sya’bi.
F. Masa Kemunduran Dinasti ‘Umayyah
Meskipun kejayaan telah diraih oleh bani ‘Umayyah ternyata tidak bertahan lebih lama, dikarenakan adanya faktor internal dan semakin kuatnya tekanan dari  pihak luar.
Menurut Dr. Badri Yatim, ada beberapa faktor yang menyebabkan dinasti ‘Umayyah lemah dan membawanya pada kehancuran, yaitu sebagai berikut:
a. Sistem pergantian Khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi tradisi Arab, yang lebih menentukan aspek senioritas, pengaturannya tidak jelas. Ketidak jelasan sistem ini menyebabkan persaingan yang tidak sehat di kalangan keluarga istana.
b. Latar belakang terbentuknya dinasti ‘Umayyah tidak lepas dari konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Syi’ah dan Khawarij terus menjadi oposisi, baik secara terang-terangan seperti di awal dan akhir masa kekuasaan maupun secara tersembunyi seperti di masa pertengahan. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.
c. Pada masa kekuasaan bani ‘Umayyah, pertentangan antara suku Arab utara (bani Qais) dan Arab selatan (bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam semakin runcing. Perselisihan ini menyebabkan para penguasa bani ‘Umayyah sulit untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Di samping itu, keberadaan golongan timur lainnya yang merasa tidak puas atas status Mawali yang menggambarkan inferioritas, juga ditambah keangkuhan bangsa Arab pada masa itu.
d. Sikap hidup mewah anak-anak Khalifah di istana sehingga menyebabkan ketidakmampuan mereka ketika memikul beban khalifah yang mereka warisi dari ayah mereka. Juga kecewanya sebagian besar golongan awam karena penguasa sangat kurang perhatiannya dalam masalah agama.
e. Penyebab langsung runtuhnya kekuasaan dinasti ‘Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang digalang oleh keturunan Al-Abbas bin Abbas Al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari bani Hashim, golongan Syi’ah dan kaum Mawali yang merasa dikelasduakan oleh pemerintah bani ‘Umayyah.
Beberapa penyebab tersebut muncul dan menumpuk menjadi satu, sehingga mengakibatkan keruntuhan dinasti ‘Umayyah, disusul dengan berdirinya kekuasaan bani Abbasiyah yang memburu, mengejar-ngejar dan membunuh setiap orang dari Bani ‘Umayyah yang dijumpainya.
Demikianlah, dinasti ‘Umayyah pasca wafatnya Umar bin Abdul Aziz yang berangsur-angsur melemah. Kekhalifahan sesudahnya dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh yang melemahkan dan akhirnya runtuh. Dinasti ‘Umayyah diruntuhkan oleh dinasti Abbasiyah pada masa Khalifah Marwan bin Muhammad (Marwan II) pada tahun 127H/744M.


BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Mu’awiyah sebagai peletak pertama sistem pemerintahan monarkhi Islam dengan dinasti ‘Umayyah sebagai rezimnya, dipandang telah mengenalkan sistem baru dalam pengelolaan Negara dan kehidupan beragama. sistem baru yang dikenalkan Mu’awiyah mempunyai pengaruh penting dalam penciptaan tradisi baru dalam masyarakat dan budaya Arab. Budaya pada masa dinasti Mu’awiyah berkembang terutama dipengaruhi oleh dua faktor penting, Pertama : persentuhan antara budaya Arab muslim dengan budaya Eropa, terutama masyarakat yang hidup di kota-kota besar di Spanyol. Dengan masuknya Islam , budaya Arab muslim dapat bersentuhan langsung dengan budaya Eropa, terutama dalam gaya hidup, tradisi, filsafat, kedokteran, astronomi dan arsitektur. Kedua, meskipun terdapat persentuhan langsung antara budaya Arab muslim dengan budaya Eropa, bangsa Arab tetap mampu mempertahankan tradisi dan budaya khas mereka, dan hal ini berlangsung hingga masa-masa akhir kekuasaan dinasti Abbasiyah. Arsitektur religi, puisi, sastra dan seni musik khas Arab tetap dipertahankan dan mengalami perkembangan yang pesat. Dengan demikian, betapapun sistem pemerintahan monarki yang dijalankan olaeh para Khalifah dinasti ‘Umayyah bersifat absolut-otoriter yang ternyata berbeda jauh dengan sistem pemerintahan sebelumnya yang demokratis-egaliter. Pertumbuhan dan perkembangan Arab pada masa dinasti ini cukup menonjol dan dapat mengantarkan kemasyhuran dinasti sesudahnya, yakni dinasti Abbasiyah.

PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM PADA MASA BANI ABBASIYAH
PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN
A.    Dinasti Abassiyah
Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah adalah melanjutkan kekuasaan Dinasti Bani
Umayyah. Dinamakan Daulah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa Dinasti ini
adalah keturunan Abbas, paman nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh
Abdullah al-Saffah ibn Muhammad Ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbass. [1] Popularitas daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya Al-Ma’mum (813-833 M).
Kekayaan yang dimanfaatkan Harun Arrasyid untuk keperluan sosial, rumah sakit, lembaga pendidikan, dokter, dan farmasi didirikan, Kritik sastra, filsafat, puisi, kedokteran, matematika, dan astronomi berkembang pesat tidak saja di Baghdad tetapi juga di Kufah, Basrah, Jundabir, dan Harran. Pada masa-masa awal sudah ada sekitar 800 orang dokter dengan berbagai kehliannya, apoteker, dan kelengkapan-kelengkapan kesehatan lainnya. Sementara putranya al-Ma’mun, dikenal sebagai khalifah yang cinta ilmu. Pada masanya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia memberi gaji penerjemah-penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama lain yang ahli. Ia juga banyak mendirikan sekolah. Salah satu karya besarnya adalah pembangunan Bait al-Hikmah sebagai perpustakaan besar.. [2]dan digunakan juga sebagai pusat penerjemah yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar dan menjadi perpustakaan umum dan diberi nama “Darul Ilmi” yang berisi buku-buku yang tidak terdapat di perpustakaan lainnya. Pada masa Al-Ma’mun inilah Bagdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan, kekota inilah para pencari ilmu datang berduyun-duyun. [3]
B.     Perkembangan ilmu pengetahuan
Puncak perkembangan kebudayaan dan pemikiran islam terjadi pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi, tidak berarti seluruhnya berawal dari kreatifitas bani Abbas sendiri. Sebagian diantarannya sudah dimulai pada awal kebangkitan islam. Lembaga pendidikan sudah berkembang, ketika itu lembaga pendidikan ini terdiri dari dua tingkat :
1.      Maktab/Kuttab dan mesjid, yaitu lembaga pendidikan terendah tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, hitungan dan tulisan, dan tempat para remaja belajar dasar-dasar agama, seperti tafsir, hadis, fiqh, dan bahasa.
2.      Tingkat pendalaman. Para pelajar yang ingin memper dalam ilmunya, pergi keluar daerah untuk menuntut ilmu kepada seorang atau beberapa orang ahli dalam bidangnya masing-masing. Ilmu yang dituntut umumnya ilmu agama, pengajarannya biasanya berlangsung di mesjid-mesjid atau di rumah ulama bersangkutan. Bagi anak penguasa pendidikan bisa berlangsung di istana atau di rumah penguasa tersebut, dengan memanggil ulama’ ahli kesana.
Perkembangan lembaga pendidikan itu mencerminkan terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini sangat ditentukan oleh bahasa Arab, baik sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku sejak zaman Bani Umayah, maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan. Disamping itu kemajuan itu paling tidak, juga ditentukan oleh dua hal, yapitu :
1.      Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahan bani Abbas, bangsa-bangsa non Arab banyak yang masuk islam. Asimilasinya berlangsung secara efektif dan bernilai guna. Bangsa-bangsa itu memberi saham tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan dalam islam. Pengaruh Persia, sangat kuat dibidang pemerintahan. Selain itu bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat, dan sastra. Pengaruh India terlihat dalam bidang kedokteran, ilmu matematika, dan astronomi. Sedangkan pengaruh Yunani masuk dalam banyak bidang ilmu terutama filsafat. [4]
2.      Gerakan terjemahan yang berlangsung dalam tiga fase. Pertama, pada khalifah al-Mansyur hingga Harun al-Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan mantiq. Fase kedua berlangsung mulai masa khalifah al-Ma’mun hingga tahun 300H. Buku-buku yang banyak diterjemahkan yaitu dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga berlangsung setelah tahun 300H, terutama setelah adanya pembuatan kertas, bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas. [5]
    Pengaruh dari kebudayaan bangsa yang sudah maju, terutama melalui gerakan terjemahan, bukan saja membawa kemajuan dibidang ilmu pengetahuan umum. Tetapi juga ilmu pengetahuan agama. Dalam bidang tafsir, sejak awal sudah dikenal dua metode penafsiran, pertama, tafsir bi al-ma’tsur yaitu, interpretasi tradisional dengan mengambil interpretasi dari Nabi SAW dan para sahabatnya. Kedua, tafsir bi al-ra’yi yaitu metode rasional yang lebih banyak bertumpu kepada pendapat dan pikiran dari pada hadis dan pendapat sahabat. Kedua metode ini memang berkembang pada masa pemerintahan Abbasiyah, akan tetapi jelas sekali bahwa tafsir dengan metode bi al ra’yi (tafsir rasional), sangat dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan, hal yang sama juga terlihat dalam ilmu fiqh, dan terutama dalam ilmu teologi perkembangan logika dikalangan umat islam sangat mempengaruhi perkembangan dua bidang ilmu tersebut. [6]
Perhatian dan minat orang Arab Islam pada masa paling awal tertuju paada bidang ilmu pengetahuan yang lahir karena motif keagamaan. Kebutuhan untuk memahami dan menjelaskan al-Qur’an, kemudian menjadi landasan teologis yang serius. Interaksi dengan dunia kristen di Damaskus telah memicu munculnya pemikiran spekulatif teologis yang melahirkan madzhab pemikiran Murji’ah dan Qodariyah. Untuk mempelajari teologi di sediakan madrasah yang sudah diakui oleh negara yaitu Madrasah Nizhamiyah, khususnya untuk mempelajari madzhab syafi’i dan teologi asy’ariyah. [7] . Bidang kajian berikutnya adalah Hadits, yaitu perilaku, ucapan, persetujuan Nabi. Yang kemudian menjadi sumber ajaran paling penting, awalnya hanya diriwayatkan dari mulut kemulut, kemudian direkam pada abad ke-2 hijriyah. [8]
Lahirnya ilmu kalam atau teologi itu dikarenakan dua faktor :
1.      Untuk membela islam dengan bersenjatakan filsafat,
2.      Karena semua masalah termasuk masalah agama telah berkisar dari pola rasa ke pola akal dan ilmu. [9]

Faktor yang menyebabkan pesatnya perkembangan sains dan filsafat di masa dinasti Abassiyah, diantarannya adalah :
1.      Kontak antara slam dan Persia menjadi jembatan perkembangan sainsdan filsafat karena secara kultural persia banyak berperan dalam pengembangan tradisi keilmuan Yunani.
2.      Etos ke ilmuan para khalifah Abbasiyah tampak menonjol terutama pada dua khalifah terkemuka yaitu Harun Ar-rassyid dan Al-Ma’mun yang begitu mencintai Ilmu.
3.      Peran keluarga Barmak yang sengaja dipanggil oleh khalifah untuk mendidik keluarga istana dalam hal pengembangan keilmuan.
4.      Aktifitas penerjemahan literatur-literatur Yunani kedalam bahasa Arab demikian besar dan ini didukung oleh khalifah yang memberi imbalanyang besar terhadap para penterjemah.
5.      Relatif tidak adanya pembukaan daerah dan pemberontakan-pemberontakan menyebabkan stabilitas negara terjamin sehingga konsentrasi pemerintah untuk memajukan aspek sosial dan intelektual menemukan peluangnya.
6.      Adanya peradaban dan kebudayaan yang heterogen di Baghdad menimbulkan proses interaksi antara satu kebudayaan dan kebudayaan lain.
7.      Situasi sosial baghdad yang kosmopolit dimana berbagai macam suku, ras dan etnis serta masing-masing kulturalyang berinteraksi satu sama lain, mendorong adanya pemecahan masalah dari pendekatan intelektual. [10]

Perkembangan peradaban pada masa daulah Bani Abbasiyah sangat maju pesat, karena upaya-upaya dilakukan oleh para Khalifah di bidang fisik. Hal ini dapat ihat dari bangunan-bangunan yang berupa:

a. Kuttab, yaitu tempat belajar dalam tingkatan pendidikan rendah dan menengah.
b. Majlis Muhadharah,yaitu tempat pertemuan para ulama, sarjana,ahli pikir dan
pujangga untuk membahas masalah-masalah ilmiah.
c. Darul Hikmah, Adalah perpustakaan yang didirikan oleh Harun Ar-Rasyid. Ini
merupakan perpustakaan terbesar yang di dalamnya juga disediakan tempat ruangan  belajar.

d. Madrasah, Perdana menteri Nidhomul Mulk adalah orang yang mula-mula mendirikan sekolah dalam bentuk yang ada sampai sekarang ini, dengan nama Madrasah.
e. Masjid, Biasanya dipakai untuk pendidikan tinggi dan tahassus.
Pada masa Daulah Bani Abbassiyah, peradaban di bidang fisik seperti kehidupan
ekonomi: pertanian, perindustrian, perdagangan berhasil dikembangkan oleh Khalifah Mansyur.
C. Tokoh-tokoh/ Para ilmuwan zaman Abbasiyah

1.  Bidang Astronomi
• Al-Fazari, astronom Islam yang pertama kali menyusun astrolobe
2.Bidang Kedokteran
•Ibnu Sina (Avicenna), bukunya yang fenomenal yaitu al-Qanun fi al-Tiib. Ia juga berhasil menemukan sistem peredaran darah pada manusia.
3.Bidang Optika
•Abu Ali al-Hasan ibn al-Haythani (al-Hazen), terkenal sebagai orang yang menentang pendapat bahwa mata mengirim cahaya ke benda yang dilihatnya.
4.Bidang Kimia
Jabir ibn Hayyan, ia berpendapat bahwa logam seperti timah, besi, dan tembaga dapat diubah menjadi emas atau perak
5.Bidang Matematika
•Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi, yang juga mahir dalam bidang astronomi. Dialah
6.Bidang Sejarah
•Al-Mas’udi, diantara karyanya adalah Muruj al-Zahab wa Ma’adin al-Jawahir
•Ibn Sa’ad
7.Bidang Filsafat
•Al-Farabi, banyak menulis buku tentang filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika, dan interpretasi terhadap filsafat Aristoteles
8.Bidang Tafsir
•Ibn Jarir ath Tabary
9.Bidang Hadis
•Imam Bukhori
10.Bidang Kalam
•Al-Asy’ari
11.Bidang Geografi
•Syarif Idrisy
12.Bidang Tasawuf
•Shabuddin Sahrawardi [11]

   
KESIMPULAN

1.      Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah adalah melanjutkan kekuasaan Dinasti Bani
Umayyah.
2.      Puncak perkembangan kebudayaan dan pemikiran islam terjadi pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi, tidak berarti seluruhnya berawal dari kreatifitas bani Abbas sendiri. Sebagian diantarannya sudah dimulai pada awal kebangkitan islam. Lembaga pendidikan sudah berkembang, ketika itu lembaga pendidikan ini terdiri dari dua tingkat :
-          Maktab/Kuttab dan mesjid
-          Tingkat pendalaman
3.    Lahirnya ilmu kalam atau teologi itu dikarenakan dua faktor :
-       Untuk membela islam dengan bersenjatakan filsafat,
-       Karena semua masalah termasuk masalah agama telah berkisar dari pola rasa ke pola akal dan ilmu
4.    bangunan-bangunan masa Abassiyah
a.    Kuttab,
b.    Majlis Muhadharah
c.    Darul Hikmah
d.   Madrasah
e.    Masjid
5.    Para ilmuwan zaman Abbasiyah
Al-Fazari,, Ibnu Sina, Abu Ali al-Hasan ibn al-Haythani, Jabir ibn Hayyan, Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi, Al-Mas’udi, Al-Farabi, Ibn Jarir ath Tabary, Imam Bukhori, Al-Asy’ariif Idrisy, Shabuddin Sahrawardi.



MASA KEMUNDURAN DINISTASI ABBASIYAH
Peradaban Islam pada masa Dinasti Bani Abbasiyah
A. Sejarah Berdirinya Bani Abbasiyah
Dinasti Abbasiyah didirikan pada tahun 132 H/750 M oleh Abul Abbas Ash-shaffah, dan sekaligus sebagai khalifah pertama. Kekuasaan Bani Abbas melewati rentang waktu yang sangat panjang, yaitu lima abad dimulai dari tahun 132-656 H/750-1258 M. Berdirinya pemerintahan ini dianggap sebagai kemenangan pemikiran yang pernah dikumandangkan oleh bani Hasyim (alawiyun ) setelah meninggalnya Rasulullah dengan mengatakan bahwa yang berhak berkuasa adalah keturunan Rasulullah dan anak-anaknya.[1]
Kelahiran bani Abbasiyah erat kaitannya dengan gerakan oposisi yang di lancarkan oleh golongan syi’ah terhadap pemerintahan  Bani Umayyah. Golongan Syi’ah  selama pemerintahan Bani Umayyah merasa tertekan dan tersingkir  karena kebijakan-kebijakan yang di ambil pemerintah. Hal ini bergejolak sejak pembunuhan terhadap Husein Bin Ali dan pengikutnya di Karbela.
Gerakan oposisi terhadap Bani Umayyah dikalangan orang syi’ah dipimpin oleh Muhammad Bin Ali, ia telah di bai’ah oleh orang-orang syi’ah sebagai imam. Tujuan utama dari perjuangan Muhammad Bin Ali untuk merebut kekuasaan dan jabatan khalifah dari tangan Bani Umayyah, karena menurut keyakinan orang syi’ah keturunan Bani Umayyah tidak berhak menjadi imam atau khalifah, yang berhak adalah keturunan dari Ali Bin Abi Thalib, sedangkan bani umayyah bukan berasal dari keturunan Ali Bin Abi Thalib. Pada awalnya  golongan ini memakai nama Bani Hasyim, belum menonjolkan nama Syi’ah atau Bani Abbas, tujuannya adalah untuk mencari dukungnan  masyarakat. Bani Hasyim yang tergabung dalam gerakan ini adalah keturunan Ali Bin Abi Thalib dan Abbas Bin Abdul Muthalib. Keturunan ini bekerjasama untuk menghancurkan Bani Umayyah.[2]


Strategi yang digunakan untuk menggulingkan Bani Umayyah ada dua tahap :
•         Gerakan secara rahasia
Propoganda Abbasiyah dilaksakan dengan strategi yang cukup matang sebagai gerakan rahasia, akan tetapi Imam Ibrahim pemimpin abbasiyah yang berkeinginan mendirikan kekuasaan Abbasiyah, gerakannya diketahui oleh khalifah Umayyah terakhir, Marwan bin Muhammad. Ibrahim akhirnya tertangkap oleh pasukan dinasti umayyah dan dipenjarakan di Haran sebelum akhirnya di eksekusi. Ia mewasiatkan kepada adiknya Abul Abbas untuk menggantikan kedudukannya ketika ia telah mengetahui bahwa ia akan di eksekusi dan memerintahkan untuk pindah ke kuffah.
•         Tahap terang-terangan dan terbuka secara umum
Tahap ini dimulai setelah terungkap surat rahasia Ibrahim bin Muhammad yang ditujukan kepada Abu Musa Al-Khurasani Agar membunuh setiap orang yang berbahasa Arab di Khurasan. Setelah khalifah Marwan bin Muhammad mengetahi isi surat rahasia tersebut ia menangkap Ibrahim bin Muhammad dan membunuhnya. Setelah itu pimpinan gerakan oposisi dipegang oleh Abul Abbas Abdullah bin Muhammad as-saffah, saudara Ibrahim bin Muhammad.
Abul Abbas sangat beruntung, karena pada masanya pemerintahan Marwan bin Muhammad telah mulai lemah dan sebaliknya gerakan oposisi semakin mendapat dukungan dari rakyat dan bertambah luas pengaruhnya. Keadaan ini tambah mendorong semangat Abul Abbas untuk  menggulingkan khalifah Marwan bin Muhammad dari jabatannya. Untuk maksud tersebut Abul Abbas mengutus pamannya Abdullah bin Ali untuk menumpas pasukan Marwan bin Muhammad. Pertempuran terjadi antara pasukan yang dipimpin oleh khalifah Marwan bin Muhammad dengan pasukan Abdullah bin Ali di tepi sungai Al-Zab Al-Shagirdi, Iran. Marwan bin Muhammad terdesak dan melarikan diri ke Mosul, kemudian ke palestina, Yordania dan terakhir di Mesir. Abdullah bin Ali terus mengejar pasukan Marwan bin Muhammad sampai ke Mesir dan akhirnya terjadi pertempuran disana. Marwan bin Muhammad pun akhirnya tewas karena pasukannya sudah sangat lemah yaitu pada tanggal 27 Zulhijjah 132 H/750 M. Pada tahun 132 H/ 750 M Abul Abbas Abdullah bin Muhammad diangkat dan di bai’ah menjadi khalifah , dalam pidato pembiatan tersebut , ia antara lain mengatakan “saya berharap semoga pemerintahan kami  ( Bani Abbas ) akan mendatangkan kebaikan dan kedamaian pada kalian. Wahai penduduk koufah, bukan intimidasi, kezaliman, malapetaka dan sebagainya. Keberhasilan kami beserta ahlul Bait adalah berkat pertolongan Allah SWT. Hai penduduk koufah, kalian adalah tumpuan kasih sayang kami, kalian tidak pernah berubah dalam pandangan kami, walaupun penguasa yang zalim ( Bani Umayyah ) telah menekan dan menganiaya kalian. Kalian telah dipertemukan oleh Allah dengan Bani Abbas, maka jadilah kalian orang-orang yang berbahagia dan yang paling kami muliakan..... ketahuilah, hai penduduk koufah, saya adalah al-saffah”. Setelah Abul Abbas resmi menjadi khalifah ia tidak lagi mengambil Damaskus sebagai pusat pemerintahan tetapi ia memilih Koufah sebagai pusat pemerintahannya, dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut:
1)      Para pendukung Bani Umayyah masih banyak yang tinggal di Damaskus
2)      Kota Koufah jauh dari Persia, walaupun orang-orang Persia merupakan tulang punggung Bani  Abbas dalam menggulingkan Bani Umayyah
3)      Kota Damaskus terlalu dekat dengan wilayah kerajaan Bizantium yang merupakan ancaman bagi pemerintahannnya, akan tetapi pada masa pemerintahan khalifah Al-Mansur (754-775 M ) dibangun kota Baghdad sebagai ibu kota Dinasti Bani Abbas yang baru.[3]

B. Masa kekuasaan Bani Abbasiyah
Selama dinasti Bani Abbasiyah berdiri pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Berdasarkan pola pemerinthan itu, para sejarawan biasanya membagi kekuasaan Bani Abbasiyah pada empat periode :
•         Masa Abbasiyah I, yaitu semenjak lahirnya dinasti Abbasiyah tahun 132 H/750 M sampai meninggalnya khalifah Al-Watsiq 232 H/847 M.
•         Masa Abbasiayah II, yaitu mulai khalifah Al-Mutawakkil pada tahun 232 H/847 M sampai berdirinya Daulah Buwaihiyah di Baghdad tahun 334 H/946 M.
•         Masa Abbasiyah III, yaitu dari berdirinya Daulah Buwaihiyah tahun 334 H/946 M sampai masuknya kaum Saljuk ke Baghdad Tahun 447 H/1055 M
•         Masa Abbasiyah IV, yaitu masuknya kaum saljuk di Baghdad tahun 447 H/1055 M sampai jatuhnya Baghdad ketangan bangsa Mongol dibawah pimpinan Hulagu Khan pada tahun 656 H/1258 M.[4]

1)      Masa Abbasiyah I ( 132 H/750 M-232 H/847 M )
Masa ini diawali sejak Abul Abbas menjadi khalifah dan berlangsung selama satu abad hingga meninggalnya khalifah Al-Watsiq. Periode ini dianggap sebagai zaman keemasan Bani Abbasiyah. Hal ini disebabkan karena keberhasilannya memperluas wilayah kekuasaan.
Wilayah kekuasaannya membentang dari laut Atlantik hingga sungai Indus dan dari laut Kaspia hingga ke sungai Nil. Pada masa ini ada sepuluh orang khalifah yang cukup berprestasi dalam penyebaran Islam mereka adalah khalifah Abul Abbas ash-shaffah(750-754 M), Al-Mansyur ( 754-775 M), Al-Mahdi (775-785 M), Al-Hadi (785-786 M), Harun Al-Rasyid (786-809 M), Al-Amin (809 M), Al-Ma’mun (813-833 M), Ibrahim (817 M), Al-Mu’tasim (833-842 M), dan Al-Wasiq (842-847 M).
2)      Masa Abbasiyah II ( 232 H/847 M-334 H/946 M)
Periode ini diawali dengan meninggalnya khalifah Al-Wasiq dan berakhir ketika keluarga Buwaihiyah bangkit memerintah. Sepeninggal Al-Wasiq, Al-Mutawakkil naik tahta menjadi khalifah, masa ini ditandai dengan bangkitnya pengaruh Turki.
Setelah Al-Mutawakkil meninggal dunia, para jendral yang berasal dari Turki berhasil mengontrol pemerintahan. Ada empat khalifah yang dianggap hanya sebagai simbol pemerintahan dari pada pemerintahan yang efektif, keempat pemerintahan itu adalah Al-Muntasir (861-862 M ), Al-Musta’in (862-866 M), Al-Mu’taz (866-896 M), dan Al-Muhtadi (869-870 M). Masa pemerintahan ini dinamakan masa disintegrasi, dan akhirnya menjalar keseluruh wilayah sehinngga banyak wilayah yang memisahkan diri dari wilayah Bani Abbas dan menjadi wilayah merdeka seperti Spanyol, Persia, dan Afrika Utara.
3)      Masa Abbasiyah III (334 H/946 M -447 H/1055 M)
Masa ini ditandai dengan berdirinya Dinasti Buwaihiyah, yaitu Pada masa ini jatuhnya Khalifah Al-Muktafi (946 M) sampai dengan khalifah Al-Qaim (1075 M). Kekuasaaan Buwaihiyah sampai ke Iraq dan Persia barat, sementara itu Persia timur, Transoxania, dan Afganistan yang semula dibawah kekuasaan Dinasti Samaniah beralih kepada Dinasti Gaznawi. Kemudian sejak tahun 869 M, dinasti Fatimiyah berdiri di Mesir.
Kekhalifahan Baghdad jatuh sepenuhnya pada suku bangsa Turki. Untuk keselamatan, khalifah meminta bantuan kepada Bani Buwaihiyah. Dinasti Buwaihiyah cukup kuat dan berkuasa karena mereka masih menguasai Baghdad yang merupakan pusat dunia islam dan menjadi kediaman Khalifah
Pada akhir Abad kesepuluh, kedaulaulatan Bani Abbasiyah telah begitu lemah hingga tidak memiliki kekuasaan diluar kota Baghdad. Kekuasaan Bani Abbasiyah berhasil dipecah menjadi dinasti Buwaihiyah di Persia (932-1055 M), dinasti Samaniyah di Khurasan (874-965 M), dinasti Hamdaniayah di Suriah (924-1003 M), dinasti Umayyah di Spanyol (756-1030 M), dinasti Fatimiyah di Mesir (969-1171 M), dan dinasti Gaznawi di Afganistan (962-1187 M)
4)      Masa Abbasiyah IV (447 H/1055 M -656 H/1258 M )
Masa ini ditandai dengan ketika kaum Seljuk menguasai dan mengambil alih pemerintahan Abbasiyah. Masa seljuk berakhir pada tahun 656 H/1258 M, yaitu ketika tentara mongol menyerang serta menaklukkan Baghdad dan hampir seluruh dunia Islam terutama bagian timur.[5]


C. Masa Kejayaan Peradaban Bani Abbasiyah
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa keemasan, secara politis para khalifah memang orang-orang yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik sekaligus Agama. Disisi lain kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan Filsafat dan ilmu pengetahan dalam Islam.
Peradaban dan kebudayyan Islam berkembang dan tumbuh mencapai kejayaan pada masa Bani Abbasiyah. Hal tersebut dikarenakan pada masa ini Abbasiyah lebih menekankan pada perkembangan peradaban dan kebudayaan Islam dari pada perluasan wilayah. Disinilah letak perbedaan pokok dinasti Abbasiyah dengan dinasti Umayyah.
Puncak kejayaan dinasti Abbasiyah terjadi pada masa khalifah Harun Al- Rasyid (786-809 M) dan anaknya Al-Makmun (813-833 M). Ketika Al-Rasyid memerintah, negara dalam keadaan makmur, kekayaan melimpah, keamanan terjamin walaupun ada juga pemberontakan dan luas wilayahnya mulai dari Afrika Utara sampai ke India.
Lembaga pendidikan pada masa Bani Abbasiyah mengalami perkembangan dan kemajuan yang sangat pesat, hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, baik sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku sejak Bani Umayyah, maupun sebagai bahasa pengetahuan, selain itu juga ada dua hal yang tidak terlepas dari kemajuan ilmu pengetahuan yaitu :
a.       Terjadinya asimilasi antara bahasa Arab dengan bahasa bangsa lain yang telah lebih dulu mengalami kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada masa Bani Abbas, bangsa-bangsa non-Arab banyak yang masuk Islam. Asimilasi berlangsung secara efektif dan bernilai guna. Bangsa-bagssa itu memberi saham tertentu bagi perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam. Pengaruh Persia sangat kuat dalam bidang ilmu pengetahuan. Disamping itu, bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat, dan sastra. Pengaruh India terlihat dari bidang kedokteran, ilmu matematika, dan astronomi. Sedangkan pengaruh Yunani terlihat dari terjemahan-terjemahan di berbagai bidang ilmu, terutama Filsafat.
b.      Gerakan penerjemahan berlangsung selama tiga fase. Fase pertama, pada masa khalifah Al-Mansyur hingga Hasrun Al-Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemah adalah buku-buku dibidang ilmu Astronomi dan Mantiq. Fase kedua terjadi pada masa khalifah Al-Makmun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang banyak diterjemah adalah bidang filsafat, dan kedokteran. Dan pada fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas. Selanjutnya bidang-biadang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas.[6]
Di zaman khalifah Harun al- Rasyid (786-809 H) adalah zaman yang gemilang bagi Islam. Zaman ini kota baghdad mencapai puncak kemegahannya yang belum pernah dicapai sebelumnya, Harun sangat cinta pada sastrawan, ulama, Filosof yang datang dari segala penjuru ke Baghdad. Salah satu pendukung utama tumbuh pesatnya ilmu pengetahuan tersebut adalah didirikannya pabrik kertas di Baghdad. Orang Islam pada awalnya membawa kertas dari Tiongkok, usaha pembuatan kertas erat kaitannya dengan perkembangan Universitas Islam.


Pabrik kertas ini memicu pesatnya penyalinan dan pembuatan naskah-naskah, dimasa itu seluruh buku ditulis tangan. Ilmu cetak muncul pada tahun 1450 M ditemukan oleh gubernur di Jerman. Dikota-kota besar islam muncul toko-toko buku yang sekaligus juga berfungsi sebagai sarana pendidikan dan pengajaran non-formal.[7]
Popularitas Bani Abbasiyah ini juga ditandai dengan kekayaan yang dimanfaatkan oleh khalifah Al-Rasyid untuk keperluan sosial seperti Rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan faramasi didirikan, dan pada masannya telah ada sekitar 800 orang dokter, selain itu pemandian-pemandian umum didirikan. Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusastraan berada pada zaman keemasannya. Pada zaman inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara  terkuat dan tak tertandingi.[8]
Adapun ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa Bani Abbasiayah adalah sebagai berikut :
  Ilmu Kedokteran
Pada mulanya Ilmu Kedokteran telah ada pada saat Bani Umayyah, ini terbukti dengan adannya sekolah tinggi kedokteran Yundisapur dan Harran[9]. Dinasti Abbasiyah telah banyak melahirkan dokter terkenal diantaranya sebagai berikut
•         Hunain Ibnu Ishaq (804-874 M) terkenal segai dokter yang ahli dibidang mata dan penerjema buku-buku dari bahasa asing ke bahasa Arab.
•         Ar-Razi (809-1036 M) terkenal sebagai dokter yang ahli dibidang penyakit cacar dan campak. Ia adalah kepala dokter rumah sakit di Baghdad. Buku karangannya dbidang ilmu kedokteran adalah Al-Ahwi.
•         Ibnu Sina (980-1036 M), yang karyanya yang terkenal adalah Al-Qanun Fi At-Tibb dan dijadikan sebagai buku pedoman bagi Universitas di Eropa dan negara-negara Islam.
•         Ibnu Rusyd (520-595 M) terkenal sebagai dokter perintis dibidang penelitian pembuluh darah dan penyakit cacar. Dll[10]

  Ilmu tafsir
Pada masa ini muncul dua alirang yaitu ilmu tafsir Al-matsur dan Tafsir Bir ra’yi, aliran yang pertama lebih menekan pada ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadist dan pendapat tokoh-tokoh sahabat. Sedangkan aliran tafsir yang kedua lebih menekan pada logika ( rasio ) dan Nash. Diantara ulama tafsir yang terkenal pada masa ini adalah Ibnu Jarir al-Thabari (w.310 H) dengan karangannya jami’ al-bayan fi tafsir Al-Qur’an, Al-Baidhawi dengan karangannya Ma’alim al-tanzil, al-Zakhsyari dengan karyanya al-kassyaf, Ar-Razi(865-925 M) dengan karangannya al-Tafsir al-Kabir, dan lain-lainnya.
  Ilmu Hadist
Pada masa pemerintahan khalifah Umar Bin Abdul Aziz (717-720 M) dari Bani Umayyah sudah mulai usaha untuk mengumpulkan dan membukukan Hadist. Akan tetapi perkembangan ilmu hadist yang paling menonjol pada amasa Bani Abbasiyah, sebab pada masa inilah muncul ulama-ulama hadist yang belum ada tandingannya sampai sekarang. Diantara yang terkenal ialah Imam Bukhari             (W.256 H) ia telah mampu mangumpulkan sebanyak 7257 Hadist dan setelah diteliti terdapat 4000 hadist Shahih dari yang telah berhasil dikumpulkan oleh imam Bukhari yang disusun dalam kitabnya Shahih Bukhari. Imam Muslim ( W. 251 H) terkenal sebagai seorang ulama hadist dengan bukunya Shahih Muslim, buku karangan imam Bukhari dan Muslim diatas lebih berpengaruh bagi umat Islam dari pada buku-buku hadist lainnya, seperti Sunan Abu Daud oleh Abu Daud ( W.257 H) sunan Al- Turmizi oleh imam Al-Turmizi(W.287 H) Sunan Al-Nasa’i oleh Al-Nasa’i ( W.303 H) dan sunan Ibnu-Majah oleh Imam Ibnu Majah ( W.275 H) keenam buku hadist tersebut lebih dikenal dengan sebutan Al- Kutub Al-Sittah.
  Ilmu Kalam
Bukanlah hal yang berlebihan jika dikatakan pada masa Bani Abbasaiyah merupakan dasar-dasar Ilmu Fiqh. Ilmu ini disusun oleh ulama-ualama yang terkenal pada masa itu dan masih besar pengaruhnya sampai sekarang, Diakalangan Ulama Ahlu al-Sunnah wal jamaah. Muncul Imam Abu Hanifah(810-150 H) yang lebih cendrung memakai akal (rasio) dan Ijtihad, Imam Malik Bin Anas (93-179 H) yang lebih cendrung memakai hadist dan menjauhi sampai batas tertentu pemakaian Rasio, Imam Syafi’i (150-204 H) yang berusaha mengkompromikan aliran Ahl al-Ra’yi, dengan Ahl al-Hadist dalam Fiqh, dan Imam Ahmad bin Hambal(164-241 H) yang merupakan tokoh aliran Fiqh yang keras, ketat dan kurang luwes dari aliran-aliaran fiqh yang lainnya. Buku karang mereka masih dapat kita temukan sampai sekarang yaitu al-muawatta, al-umm, al-risalah, dan sebagainya.
  Ilmu Tashawuf
Dalam bidang ilmu Tashawuf juga muncul ulama-ulama yang terkenal pada masa pemerintahn Daulah Bani Abbasiyah. Imam Al-Ghazali sebagai seorang ulama sufi pada masa Daulah Bani Abbasiyah meninggalkan karyanya yang masih beredar sampai sekarang yaitu buku Ihya’ Al-Din, yang terdiri dari lima jilid.  Al-Hallaj (858-922 M) menulis buku tentang Tashawuf yang berjudul Al-Thawasshin,          Al-Thusi menulis buku al-lam’u fi al-Tashawuf, Al-Qusyairi (W. 465 H) dengan bukunya al-risalat al-Qusyairiyat fi il’m al-Tashawuf.[11]
  Ilmu Matematika
Terjemahan dari bahasa asing ke bahasa Arab menghasilkan karya dibidang matematika. Diantara ahli matematika islam yang terkenal adalah Al-Khawarizmi, adalah seorang pengarang kitab Al-Jabar wal Muqabalah (ilmu hitung) dan penemu angka Nol. Tokoh lainnya adalah Abu Al-Wafa Muhammad Bin Muhammad Bin Ismail Bin Al-Abbas terkenal sebagi ahli ilmu matematika.[12]
  Ilmu Farmasi
Diantara ahli farmasi pada masa Bani Abbasiyah adalah Ibnu Baithar, karyanya yang terkenal adalah Al-Mughni (berisi tentang obat-obatan), jami’ al-mufradat al-adawiyah (berisi tentang obat-obatan dan makanan bergizi).
Dan masih banyak lagi ilmu yang berkembang pada masa Bani Abbasiyah berkuasa, hal ini terlihat bahwa saat Khalifah Al-Mustansir (1226-1242 M) memerintah ia mendirikan Universitas Mustansiriah di Baghdad yang dapat dibanggakan karena telah mampu melampaui Universitas di Eropa. Mereke mempunyai Fakultas-fakultas yang sempurna, mahaguru digaji berdasarkan banyak mahasiswa yang terdapat dalam Fakultasnya, setiap Mahasiswa dan Mahaguru mendapatkan satu dinar emas setiap bulannya, dan rata-rata setiap Fakultas tidak ada yang kurang dari 3000 Mahasiswa didalamnya. Setiap Mahasiswa boleh makan ke dapur umum Mahasiswa dengan Cuma-Cuma, sebuah perpustakaan besar terdapat dalam Universitas itu. Setiap mahasiswa yang berkeinginan menyalin buku-buku atau ingin menyusun buku baru, ada sebuah kantor yang mengurus persediaan kertas, pena dan tinta untuk keperluan itu. Disamping Universitas dibangun sebuah rumah sakit untuk mahasiswa diperiksa kesehatannya, hal inilah yang menyebabakan berbagai Universitas di Eropa mengambil contoh pada Universitas Mustansiriah itu.[13]
D. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Kemunduran Bani Abbasiyah
Menurut W. Montgomery, bahwa beberapa faktor penyebab kemunduran Bani Abbasiyah adalah :
1.      Luasnya wilayah kekuasaan Bani Abbasiyah, sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya antara penguasa dan pelaksana pemerintah sudah sangat rendah.
2.      Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata, ketergantungan khalifah kepada mereka sangat tinggi.
3.      Keuangan negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan untuk tentara bayaran sangat besar. Pada saat iu kekuatan militer menurun, khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman pajak ke Baghdad.[14]
Sedangkan menurut Dr. Badri Yatim, M. A diantara hal yang menyebabkan kemunduran Daulah Bani Abbasiayah Adalah :
1.      Persaingan antar bangsa
Khalifah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia, persekutuan dilatar belakangi oleh persamaan nasib pada saat pemerintahan Bani Umayyah, keduanya sama-sama tertindas. Setelah dinasti Abbasiyah berdiri Bani Abbas tetap mempertahankan persekutuan itu. Pada masa ini persaingan antar bangsa menjadi pemicu untuk saling berkuasa. Kecendrungan masing-masing bangsa untuk berkusa telah dirasakan sejak awal pemerintahan Bani Abbas.
2.      Kemerosotan Ekonomi
Khalifah Abbasiyah juga mengalami kemerosotan Ekonomi bersamaan dengan Kemunduran dibidang Politik. Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbasiyah merupakan pemerintahan yang kaya, dan keuangan yang masuk lebih besar dari pada yang keluar, sehingga Baitul Mal penuh dengan Harta. Setelah khalifah mengalami periode kemunduran , pendapatan negara menurun, dengan demikian terjadi kemerosotan ekonomi.
3.      Konflik Keagamaan
Fanatisme keagamaan berkaitan erat dengan masalah kebangsaan. Pada periode Abbasiyah , konflik keagamaan yang muncul menjadi isu sentra sehingga terjadi perpecahan. Berbagai Aliran keagaam seperti Mu’tazillah, Syi’ah, Ahlus sunnah, dan kelompok-kelompok lainnya menjadikan pemerintahan Abbasiyah mengalami kesulitan untuk mempersatukan berbagai faham keagamaan yang ada.
4.      Perang Salib
Perang salib merupakan sebab dari eksternal ummat Islam. Pernag salib yang terjadi beberapa gelombang banyak menelan korban. Konsentrasi dan perhatian Bani Abbasiyah terpecah belah untuk menghadapi tentara salib sehingga memunculkan kelemahan-kelemahan.
5.      Serangan Bangsa Mongol
Serangan tentara mongol ke wilayah Islam menyebabkan kekuatan Islam menjadi lemah, apalagi serangan Hulagu Khan dengan pasukan Mongol yang biadab menyebabkan kekuasaan Abbasiyah menjadi lemah dan akhirnya menyerah pada kekuatan Mongol.[15]
E. Masa Akhir Kekuasaan Bani Abbasiyah
Akhir dari kekuasaan Bani Abbasiyah adalah saat Baghdad dihancurkan oleh pasukan Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan (656 H/1258 M). Ia adalah saudara dari Kubilay Khan yang berkuasa di Cina sampai ke Asia Tenggara, dan saudaranya Mongke Khan yang menugaskannya untuk mengembalikan wilayah-wilayah sebelah barat dari Cina kepangkuannya. Baghdad dihancurkan dan diratakan dengan tanah. Pada mulanya Hulagu Khan mengirim suatu tawaran kepada  Khalifah Bani Abbasiyah yang terakhir Al-Mu’tashim billah untuk bekerja sama menghancurkan gerakan Assassin. Tawaran tersebut tidak dipenuhi oleh khalifah. Oleh karena itu timbullah kemarahan dari pihak Hulagu Khan. Pada bulan september 1257 M, Khulagu Khan melakukan penjarahan terhadap daerah Khurasan, dan mengadakan penyerangan didaerah itu. Khulagu Khan memberikan ultimatum kepada khalifah untuk menyerah, namun khalifah tidak mau menyerah dan pada tanggal 17 Januari 1258 M tentara Mongol melakukan penyerangan.[16]
Pada waktu penghancuran kota Baghdad, khalifah dan keluarganya dibunuh disuatu daerah dekat Baghdad sehingga berakhirlah Bani Abbasiyah. Penaklukan itu hanya membutuhkan beberapa hari saja, tentara Mongol tidak hanya menghancurkan kota Baghdad tetapi mereka juga menghancurkan peradaban ummat Islam yang berupa buku-buku yang terkumpul di Baitul Hikmah hasil karya ummat Islam yang tak ternilai harganya. Buku-buku itu dibakar dan dibuang ke sunagi Tigris sehingga berubah warna air sungai tersebut, dari yang jernih menjadi hitam kelam karena lunturan air tinta dari buku-buku tersebut.[17]

















BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Bani Abbasiyah merupakan masa pemerintahan ummat Islam yang merupakan masa keemasan dan kejayaan dari peradaban ummat Islam yang pernah ada. Pada masa Bani Abbasiyah kekayaan negara melimpah ruah dan kesejahteraan rakyat sangat tinggi. Pusat peradaban Islam mengalami kemajuan yang pesat sehingga pada masa ini  banyak muncul para tokoh ilmuan dari kalangan Ummat Islam, baik itu ilmu pengatuhan yang bersifat umum seperti ilmu kedokteran yang telah mencetak dokter seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd dan lain-lainnya, sehingga pada masa ini telah ada lebih dari 800 dokter yang berada di kota Baghdad. Dalam bidang matematika melahirkan ilmuan bernama Al-Khawarizmi yang merupakan penemu angka Nol. Demikian juga dari biang ilmu agama, adanya perkembangan ilmu tafsir, ilmu kalam, filsafat Islam, dan ilmu tashauf, yang juga melairkan tokoh-tokoh dibidang ilmu masing-masing. Pada masa pemerintahan khalifah Harun Al-rasyid kesejahteraan ummat sangat terjamin, karena pada masa inilah puncak dari kejayaan Bani Abbasiyah, pembangunan dilakukan dimana-mana, baik pembangunan rumah sakit, irigasi, dan pemandian-pemandian umum.
Namun diakhir pemerintahan Khalifah Bani Abbasiyah, Islam mengalami keterpurukan yang sangat parah. Hal ini disebabkan dari serangan tentara Mongol yang telah mengahncurkan pusat peradaban Ummat Islam di Baghdad dan mengahancurkan Pusat ilmu pengetahuan yaitu Baitul Hikmah, yang berisi buku-buku karangan pakar ilmu ummat Islam yang tak ternilai harganya.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar